BAGAIMANAKAH KITA MENGUKUR SUKSES NYA SEBUAH NEGARA
ATAU TEMPAT UNTUK KITA KUMPULKAN MEREKA
DALAM NEGERI2 YANG SUDAH MAJU?
SERI KE 2

H. SAMRI BARIK, SH.
Coba kita ambil satu skenario kehidupan saperti Negara Singapore, sabuah pulau kecil yang seukuran Bawean dimana tertumpuk 4.5 juta jiwa hari ini. Tiba2 dalam saat yang tidak di sangkaka aliran listrik terputus. Coba kita bayangkan betapa besar musibah yang berlaku dan bagaimana pemerintah Singapura menghadapinya.
Konsekuensi dari berlakunya hal seperti itu, bagaimanakah manusia di bangunan Tingkat 101 Hotel Westin dapat turun kebawah.?
Bagaimanakah lampu2 merah yang mengatur lalu lintas jalan raya diseluruh negeri itu dapat bergerak dengan lancar,?
Bagaimanakah Lapangan terbang Changi dapat mengatur pendaratan dan keberangkatan pesawat setiap satu menit satu pesawat salama 24 jam setiap hari?
Bagaimanakah controller udara di pelud dapat mengawal pendaratan pesawat yang naik turun di ruang udara yang harus berkongsi dengan Malaysia?
Bayangkan makanan yang harus disiap ukuran berjuta setiap hari yang keluar dari kulkas dinaikkan ke pesawat untuk menjadi makanan penumpang pesawat ?
Bagaimana pula pelabuhan yang mengatur pengangkutan container dengan kapal yang berlabuh yang siap memindah kan satu kontainer mengikut skedul 5 min setiap kontainer?
Atau mengatur hubungan komunikasi kapal yang keluar masuk dari perairan Singapura menggunakan radar? Bayangkan betapa ngeri hal tersebut apabila pemantau militer dan udara tidak dapat mengawal keselamatan negeri kerana listrik putus dan keselematan terancam kerana data2 dalam persenjataan canggih tiba2 hilang?
Bagaimana pula dengan industri2 yang menggunakan listrik untuk menghidupkan pengeluaran bekalan makan setiap hari, atau industri berat yang menggunakan listrik sabagai tenaga kerja yang besar? Atau pihak immigrasi di banyak point ( tempat) menyimpan informasi orang yang keluar masuk negeri sekecil ini yang mana pergerakan manusia melebihi dari satu juta manusia sahari tiba2 hilang data karana tidak ada listrik? Begitu juga bank dan financial enterprise yang akan buka. Dan akhir sekali hospital2 yang menggunakan alat changgih menjalankan operasi dan menjaga kesehatan rakyat, atau mereka yang sedang melaksanakan operasi terputus listrik ? Betapa rakyat yang tinggal dirumah2 tingkat tidak dapat naik turun rumahnya yang mencapai 25 tingkat kerna lift tidak dapat dipakai, dan rumah mereka tidak berlampu?
Begitulah gambaran yang agak ekstrim penggunaan listrik dalam kehidupan setiap hari dinegeri yang dianggap sudah maju. Manusia dimasyarakat seperti ini menikmati kehidupan yang sangat luar biasa dengan bangunan2 besar berudara dingin untuk berjalan2 dan membeli belah, santai atau makan minum. Bayangkan listrik putus dan Pemerintah tidak mengambil tindakan segera untuk memulihkan situasi. Pasti sekali masyarakat Singapore akan mendapat jawapan dari ahli Parlemen Kawasan mereka mengapa hal ini berlaku. Dan jawapan itu akan di siarkan di Koran. Malah, akan di Tanya lagi apakah kesiapannya pemerintah supaya hal seperti itu tidak berulang lagi, dan langkah kesiapan untuk waktu darurat? Begitulah jawaban “good governance” yang pernah di sebutkan oleh Perdana Menteri Singapore MM Lee Kuan Yew dalam ucapannya tidak beberapa lama dulu. Menteri ada kewajiban pertanggungjawapan kapada mereka yang mereka wakili. Jikalau tidak, dia tidak harus ada disitu.
Di Pulau Bawean, kita tidak ada lampu lampu merah. Kita juga masih belum punya mobil yang besar dan jalan raya yang luas. Untung2 aja masih ada jalan keliling pulau Bawean sekarang ini. Jikalau tidak kita harus naik gunung dan singgah di Danau Kastoba sabelum sampai ka Tambak, saperti gimana ibu saya waktu kali pulang ka Bawean pada tahun 1970. Ia memakan satu hari Perjalanan dengan kaki. Setelah itu dia bersumpah tidak lagi akan pulang. Dan dia tidak pernah pulang salepas itu.
Ahli politik tidak terpandang betapa pentingnya listrik untuk pembangunan Bawean. Seumpamanya ada investor yang akan masuk membangun Bawean dan ingin membuka lahan pekerjaan untuk penduduk Bawean, ketiadaan ini menjadi hambatan yang sangat besar kerana mesin berat dan kecil tidak dapat dihidupkan dengan menggunakan generator peribadi. Ia adalah satu jawapan yang tepat kepada kemunduran Bawean sebagai satu pulau yang tidak dapat mendukung hasrat rakyat untuk bekerja dan diam di Bawean. Sekolah2 tidak mempunyai listrik, apa lagi air bersih untuk kakus dan permbersihan. Bangunan2 yang betapapun megah nya kalau di Bangunkan diBawean, tidak ada gunanya kalau ia seumpama gajah putih yang tidak berfungsi. Kita lihat pelabuhan Sangkapura yang sekarang sudah diterangi oleh lampu yang sedikit sudah memberikan harapan yang sangt besar pada penduduk Bawean. Bagaimana kalau Pulau Bawean benar2 di dibangunkan oleh pemerintah , bukan hanya oleh politikus karet, dan orang2 pemerintah yang ahli bohong, tapi yang benar2 sadar dan komitmen akan keperluan rakyat kapada listrik di Pulau Bawean.
Kasus yang terkini yang melihatkan PLN yang telah menggagalkan pemasukan listrik di daerah Tambak, terutamanya di Kelurahan Paromaan sangat disesalkan. Ramai warga merasa tertipu oleh gara2 PLN yang dulu bisa meyakinkan penduduk Paromaan bahwa listrik akan siap masuk ke Paromaan sahingga warga beberapa kali rapat dan setelah mendapat kesepakatan karena percaya kapada pembawa berita PLN, mereka mengeluarkan uang berjuta2 rupiah untuk tujuan dan harapan tersebut, tetapi akhirnya hari ini mereka sadar tertipu. Mereka dapat melihat tiang2 lampu terpasang, tetapi sudah hampir 2 tahun listriknya hanya menjadi satu impian. Mengapa tertipu.?
Pada mulanya mereka diberi tangguhan waktu untuk melaksanakan pekerjaan tersebut karena dana tidak turun. Setelah dana diserahkan, datang alasan bahawa mesinnya kurang kuat sampai ke lokasi kabel. Satelah ditanyakan lagi, jawabnya harga minyak diesel sudah tinggi melambung dan PLN tidak sanggup melayani kontrak tersebut. Dan akhirnya PLN keluar jalan kaki terlepas dari akad tersebut dengan tidak ada tuntutan dan beban hukum kapadanya sampai saat ini. Tidak ada pemerintah daerah yang wajib kedepan menggugat PLN sebagai pihak yang telah berakad dan telah menyalahi hukum. Sedangkan, manusia Bawean masih siap mau jadi ahli politik memperjuangkan hak orang Bawean.?? Tidakkah ini sesuatu yang sinis?
Tapi sabenarnya, pada mula proposal saja mereka sudah berbohong pada rakyat. Mereka tidak punya terminal minyak untuk pemasukan kapal minyak yang khusus. Mereka masih memasukkan minyak pakai drum minyak, menunjukkan bahwa kapasitas mudah PLN di Bawean sangat terhad. Mereka tahu pada saat terputus pengiriman aliran listrik akan terputus. Mereka juga tidak mempunya tempat penampungan minyak yang khusus kaya saperti “fuel reservoir” untuk reserve minyak yang banyak. Mereka juga tidak menjalankan eksperiman dan penyiasatan sama ada mesin persediaan kuat untuk mendukung pelaksanaan program listrik PLN di Kelurahan Paromaan. Jadi pada pendapat saya sacara logis pertama, mereka bukan ahli dan mereka tidak sadar akan hal itu. Dan kedua kalau mereka sadar akan hal tersebut tetapi masih terus meyakinkan Kelurahan Paromaan untuk meneruskan akad program listrik Paromaan, berarti mereka sudah punya niat untuk menipu dari awalnya.
Jika pemerintah memang sadar akan tanggungjawabnya kapada masyarakat untuk menyediakan prasana seperti listrik, dan situasi seperti ini telah diusahakan masyarakat sendiri, maka pemerintah harus mendukung usaha tersebut. Dan apabila ada penyelewengan dan penyalahan akad seperti diatas, pemerintah harus memberikan perlindungan kepada rakyat dengan mempidanah PLN sebagai pengusaha dan mengembalikan kerugian rakyat. Hal saperti ini berlaku dimana2 tempat di dunia yang mempunyai dasar hukum yang betul, melainkan di Bawean. Pemerintah tidak mengambil pusing.
Apabila hal saperti ini berlaku dan tidak juga kedapatan tindakan keras dari Pemerintah untuk menegakkan hukum, maka investor juga ragu2 untuk menempatkan modal di tempat yang serba penuh keraguan.
Sedihnya, ahli2 polilitik dari Bawean bukanlah dari golongan ahli ekonomi dan sosiologi, atau hukum. Karena untuk menghidupkan sabuah negera yang maju akan memerlukan pemimpin yang punya wawasan yang luas untuk mendatangkan investasi berbilion dollar ketempat seperti Pulau Bawean. Tidak mungkin tokoh2 Kiyai dan Ulama akan menjadi menteri perdagangan dan perhubungan yang akan dapat memancing dan mengumpan investor luar negeri untuk masuk di Bawean. Mereka akan punya bagian dan tempat dalam pembangunan tetapi tentu sekali tidak didalam perencanaan Pulau Bawean. Pegawai yang sekarang saja tidak sampai ka matlamat itu supaya tempat Bawean ini menjadi tempat penghasilan.
Habis, bagaimana orang Bawean yang baru saja pulang dari Malaysia bawa wang Rp 50 juta atau Rp 100 juta sudah bias ngaku2 sukses. Karena akhirnya dia harus keluar lagi dan cari lagi karena Bawean bukanlah Negara sukses tetapi akan terus mengharap pada bantuan dan sokongan material dan pemasukan dari luar Bawean sampai kapan saja. Kapan Bawean mengelurkan produksi yang bisa dijadikan pendapatan pulau Bawean?. Bagaimana parawisata akan hidup di Bawean kalau air dan listrik aja tidak bisa diadakan di Bawean.? Betapa lapangan terbang yang akan dibangunkan dengan tidak ada dukungan listrik yang terus menerus dapat meyakinkan keselamatan para penumpang?. Kapan para pelancong luar negeri akan percaya akan keselamatan dan komunikasi airport yang akan di bangun?
Berbanding dengan menteri2 di Negara2 jiran, mereka membuat rombongan sampai ka Timor Tengah, Eropah, Jepang, ka Cina dan Amerika untuk mengajak investor masuk dalam negeri sekecil Singapore, atau ke Malaysia di Bandar Iskandar, Johore. (Cakna orang Phebian, a ngambek, ngalak2 ate ka tatangge” ).
Dengan infrastruktur yang di siapkan pemerintah investor menjadi yakin bahawa bisnis apa yang mereka rancangkan akan dapat digariskan dan dilaksanakan dengan bantuan pemerintah seperti layanan istimewa, dan dengan ketiadaan red tape atau korupsi. Bawean masih terbentur dengan listrik…Kapan kita terang di malam hari???
Kapan anak2 kita dapat membaca buku dan mengakses internet pada waktu malam dari rumah?
Haruskah kita cari sumber alternatif supaya kita dapat menghasilkan listrik?
No comments:
Post a Comment