Sunday, 13 April 2008

KRISIS LISTRIK DI BAWEAN

Media Bawean, 14 April 2008

GAGASAN
Oleh : Baharuddin SH, MH.

Di depan kongres AKLI bulan Pebruari yang lalu, Wapres Yusuf Kalla menyatakan bahwa pemerintah tidak mungkin membangun PLTD dengan tenaga minyak.

Dalam suatu pertemuan sejumlah tokoh masyarakat Bawean dan Wabup Gresik dengan Manajer PLN Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa PLN di Bawean pada hakekatnya sudah angkat tangan tinggal angkat kaki. Beliau meminta kepada Wabup agar Pemkab Gresik segera mencari investor.

Dalam pertemuan dengan kepala desa di kantor kecamatan Sangkapura bulan maret yang lalu kepala PLN Bawean mengatakan bahwa dari 8 mesin yang ada, hanya 3 mesin yang berfungsi, sedang yang lima rusak. kenyataannya listrik di Bawean hanya hidup 17 jam. itupun masih dilakukan pemadaman secara bergiliran. Dalam situasi seperti ini PLN Bawean masih menganggung kerugian 13 Miliyar pertahun.

Pemerintah Kabupaten Gresik bukan tidak berbuat, Pemkab sudah mencoba mendatangkan AAE sebagai investor. Masyarakat menolak dengan alasan terlalu mahal. Krisis listrik sudah hampir sama dengan krisis pangan. Rakyat yang sengsara. Dari jumlah 25 ribu KK hanya sekitar 10 ribu yang masih terjangkau oleh listrik. Sekitar 9 ribu KK merupakan daftar tunggu, dan yang terakhir initermasuk jumlah 6 ribu KK. Sudah tidak mungkin lagi terlayani PLN.

Sehubungan dengan hal tersebut. Warga Bawean harus bangkit. Bukan saatnya menuntut PLN untuk memenuhi harapan warga. Dan jangan lagi menuntut hak yang sama dengan warga masyarakat lainnya di Indonesia dalam hal mendapat aliran listrik.

Apalagi menurut Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy, jika menggunakan PLTD dengan kemampuan yang ada pada pemerintah. Diperlukan waktu 40 tahun untuk bisa merata.

ADA banyak cara untuk mengatasi krisis listrik di Bawean. Antara lain : pertama, warga Bawean harus urunan membangun pembangkit sendiri dengan tenaga batubara. Jika dana yang diperlukan 50 Miliyar, berarti setiap KK dikenakan 2 juta rupiah.

Tapi masyarakat Bawean perlu bukti terlebih dahulu. Maka pemkab seyogyanya memback up dalam masalah ini dengan cara 'menjual' rencana ini kepada dunia perbankkan.

Selanjutanya warga akan mengangsur sesuai dengan ketentuan bank. Jika hal ini dapat terwujud, maka harga perKwh dapat ditekan dan keuntungan dapat kembali ke masyarakat dalam bentuk peningkatan sarana dan prasarana umum.

Kedua, jika alternatif pertama tidak mungkin dilaksanakan, maka krisis listrik ini dapat dilakukan secara parsial, yakni memanfaatkan potensi yang ada di masing-masing desa, seperti tenaga angin, matahari, PLTA, bahkan dengan kotoran sapi. Terhadap itu semua diperlukan peran LSM yang benar-benar berpihak pada rakyat.

(Baharuddin, SH. MH. : Temorrojing Bawean)

No comments:

Post a Comment