Media Bawean, 14 April 2008
Oleh :Ade
Ada yang menyeret hatiku ketika ombak yang berbuih kecil di antam kapal cepat Bahari Expres. Laut yang biru tenang tak menghabiskan jangkauan retinaku yang lelah, Pulau Bawean masih menjadi tanda sebuah misteri yang belum terjelaskan.
Tawaran seorang kawan yang menjadi ketua LP Marif Bawean tidak aku sia-siakan. Meninggalkan pekerjaan untuk sementara demi menghabiskan kehausanku atas penasaran terhadap pulau Bawean. Orang biasa bilang Bawean sebagai pulau putri karena sebagian besar penduduknya perempuan. Setidaknya aku bisa main mata dengan gadis di sana..haha…(Sori honey..just kidd).
Bayanganku pulau Bawean mungkin agak primitive, setidaknya karena jarang sekali aku mendapatkan referensi tentang keberadaannya. Satu-satunya tokoh yang aku kenal adalah “Pemain Porno Dari Senayan” Yahya Zaini yang beradu mesra dengan Maria Eva. Tapi durasi yang terlalu pendek menjadi kurang mempunyai nilai Filosofis dan entertainment dalam film tersebut.
Sudahlah…lupakan Yahya Zaini dan Mbak Eva (panggilan akrabku untuk Maria Eva). Sebab kapal cepat yang aku tumpangi telah merapat di pelabuhan Sangkapura, Satu dari dua Kecamatan di Pulau Bawean.
Tiba-tiba segalanya takjub…hamparan pantai yang luar biasa jernih dengan ikan-ikan yang lincah menyundul ke permukaan. Beberapa pulau kecil nampak di sekitar pulau Bawean. Pemandangan seindah ini pernah aku liat saat di Lombok, aku serasa jatuh cinta pada Bawean. Pulau yang cantik…dan tidak kalah gesitnya pandanganku beralih pada gadis2 yang baru datang dari Singapura dan Malaysia.
Hampir 80 % penduduk Bawean tinggal di Singapura dan Malaysia, 95% mempunyai keluarga di Malaysia dan Singapura. Cukup beralasan jika berbagai produk HP yang dipegang masyarakat sebagian seri N73 dan HP canggih lainnya. HPku yang berseri 8210 seperti barang rongsokan saja.
Setelah beberapa saat menikmati pelabuhan, seorang pemuda tanggung menjemputku, sementara kawanku yang ketua Maarif mengikuti rapat di PCNU. Kawan baruku ini memang dipersiapkan untuk menemani aku disini, setidaknya kami sama-sama muda, gemar cari kenalan cewek dan yang pasti punya selera untuk menikmati acara yang fun.
Saya dan Cumi (panggilan kawanku itu) harus menaiki sepeda motor sejauh 20 Km menuju Kecamatan Tambak. Tepatnya di Pondok pesantren Mambaul Fallah, aku ingin memberikan materi tentang jurnalistik dan beberapa keterampilan menulis kepada siswa di sana, juga diskusi dengan para guru terkait pengembangan kurikulum.
Menjelang Ashar kami sampai pada kompleks Sekolah dan pesantren terpadu Mambaul Fallah. Tempatnya agak tersembunyi, namun Gedung dan fasilitasnya membuat geleng-geleng kepala. Puluhan Unit computer terbaru berjejer di ruang laboratorium IT, ruang Bahasa yang sangat lengkap, fasilitas kamera handycam, laptop, dan kamera digital, bahkan punya bengkel otomotif yang berdampingan dengan bengkel elektronik. Sistem belajar lima hari kerja, hari sabtu untuk kegiatan out Door dan Student Day. Benar-benar terobosan yang mencengangkan.
Kami datang disambut siswa-siswa yang terbagi dalam beberapa kelompok diskusi. Adayang sedang belajar bersama, ada yang sekedar ngerumpi kecil, adapoula yang sedang menyelesaikan makalah karya ilmiah. Beberapa siswi puteri saling berbisik, mungkin aneh melihat penampilanku yang bercelana jin, jaket hitam, dan sepatu gunung dari kulit. Aku menyapanya, mereka heboh dengan menggunakan bahasa Bawean yang sebagian besar di serap dari bahasa madura.
Aku disambut di rumah ketua Suriyah NU Bawean, sekaligus salah satu pemilikYayasan Mambaul Fallah. Acara pertama adalah ramah-tamah, diusul makan besar dengan tema sea food. Sekali lagi aku terkesima, hidangan didepan mataku adalah lobster sebesar kaki anak usia 5 tahun, kalau di jawa harganya bisa mencapai ratusan ribu atau lebih. Kepiting raksasa sebesar piring, dan ikan tuna muda. Yang paling istimewa adalah sambalnya, sambal hanya terdiri dari cabe, garam, dan jeruk nipis, tapi sedapnya tiada tara. Oh..Bondan Winarno..maknyusmu harus mampir disini.
Pak Azis, demikian aku menyapa tuan rumah, adalah seorang tokoh yang paling disegani di pulau Bawean, dia juga menjabat sebagai anggota DPR di Gresik. Aku banyak sharing tentang politik, sosial, pendidikan, dan planning untuk Mambaul Fallah kedepan. Salah satu kendala terbesar di sini adalah kekurangan jumlah guru.dan rendahnya adopsi teknologi oleh para guru.
Setelah banyak ngobrol, aku menemani siswa-siswi menonton film di ruang Laboratorium Mereka antusias sekali berdiskusi, dan bersemangat dengan tanggapanku. Dahsyat..aku merasa benar-benar terpanggil untuk mereka. Mereka punya cita-cita membuat majalah dan membuat film. Seketika itu juga aku membuat rencana dengan mereka. Merencanakan pelatihan jurnalistik, praktek membuat majalah, dan dasar-dasar film. Sementara untuk melatih para guru dan ustadz aku alihkan menjadi malam hari. Aku ingin empat hariku disini benar-benar optimal.
Aku kerja seperti kesetanan, bangun pagi lalu ikut jamaah subuh dan olahraga, memberi materi jurnalistik, sorenya melatih membuat film di pantai, malam hari berdiskusi dengan para guru, melatih belajar internet dan pola pendidikan yang demokratis.
Malam hari siswa-siswi selalu mengajak bakar ikan, aku terpaksa memenuhi ajakannya. Setelah rapat aku temani mereka ke pantai, mencari ikan dan kepiting, lalu membakar ikan, mengikuti mereka menggosip tentang guru, tentang sekolah, tentang pacaran mereka..haha..aku serasa kembali SMU.
Hari terakhir mereka mengajakku melihat bencana longsor di desa Chandi, empat puluh rumah tertimbun tanah, jembatan ambrol, sawah rusak, tapi syukurlah tak ada korban jiwa. Aku sempat ngobrol dengan penduduk setempat, para sisa menerjemahkan untukku. Aku jadi termenung sesaat…melihat langit, dan rasa syukurku bergolak, setidaknya aku tidak pernah merasa kekurangan.
Terlalu banyak kenangan, meski singkat...sekedar empat hari. Tapi Bawean telah membuatku jatuh hati…, terenyuh..ketika temen2 siswa mngantarku ke pelabuhan. Beberapa siswi menangis…semoga rasa kehilangan mereka karena aku telah berusaha memberikan wawasan yang bermanfaat bagi mereka.
Hampir satu jam aku merenung diatas kapal..melihat laut..dan pulau Bawean yang tak lagi kelihatan…………………..
http://adeegoist.blogs.friendster.com/

Tawaran seorang kawan yang menjadi ketua LP Marif Bawean tidak aku sia-siakan. Meninggalkan pekerjaan untuk sementara demi menghabiskan kehausanku atas penasaran terhadap pulau Bawean. Orang biasa bilang Bawean sebagai pulau putri karena sebagian besar penduduknya perempuan. Setidaknya aku bisa main mata dengan gadis di sana..haha…(Sori honey..just kidd).
Bayanganku pulau Bawean mungkin agak primitive, setidaknya karena jarang sekali aku mendapatkan referensi tentang keberadaannya. Satu-satunya tokoh yang aku kenal adalah “Pemain Porno Dari Senayan” Yahya Zaini yang beradu mesra dengan Maria Eva. Tapi durasi yang terlalu pendek menjadi kurang mempunyai nilai Filosofis dan entertainment dalam film tersebut.
Sudahlah…lupakan Yahya Zaini dan Mbak Eva (panggilan akrabku untuk Maria Eva). Sebab kapal cepat yang aku tumpangi telah merapat di pelabuhan Sangkapura, Satu dari dua Kecamatan di Pulau Bawean.
Tiba-tiba segalanya takjub…hamparan pantai yang luar biasa jernih dengan ikan-ikan yang lincah menyundul ke permukaan. Beberapa pulau kecil nampak di sekitar pulau Bawean. Pemandangan seindah ini pernah aku liat saat di Lombok, aku serasa jatuh cinta pada Bawean. Pulau yang cantik…dan tidak kalah gesitnya pandanganku beralih pada gadis2 yang baru datang dari Singapura dan Malaysia.
Hampir 80 % penduduk Bawean tinggal di Singapura dan Malaysia, 95% mempunyai keluarga di Malaysia dan Singapura. Cukup beralasan jika berbagai produk HP yang dipegang masyarakat sebagian seri N73 dan HP canggih lainnya. HPku yang berseri 8210 seperti barang rongsokan saja.
Setelah beberapa saat menikmati pelabuhan, seorang pemuda tanggung menjemputku, sementara kawanku yang ketua Maarif mengikuti rapat di PCNU. Kawan baruku ini memang dipersiapkan untuk menemani aku disini, setidaknya kami sama-sama muda, gemar cari kenalan cewek dan yang pasti punya selera untuk menikmati acara yang fun.
Saya dan Cumi (panggilan kawanku itu) harus menaiki sepeda motor sejauh 20 Km menuju Kecamatan Tambak. Tepatnya di Pondok pesantren Mambaul Fallah, aku ingin memberikan materi tentang jurnalistik dan beberapa keterampilan menulis kepada siswa di sana, juga diskusi dengan para guru terkait pengembangan kurikulum.
Menjelang Ashar kami sampai pada kompleks Sekolah dan pesantren terpadu Mambaul Fallah. Tempatnya agak tersembunyi, namun Gedung dan fasilitasnya membuat geleng-geleng kepala. Puluhan Unit computer terbaru berjejer di ruang laboratorium IT, ruang Bahasa yang sangat lengkap, fasilitas kamera handycam, laptop, dan kamera digital, bahkan punya bengkel otomotif yang berdampingan dengan bengkel elektronik. Sistem belajar lima hari kerja, hari sabtu untuk kegiatan out Door dan Student Day. Benar-benar terobosan yang mencengangkan.
Kami datang disambut siswa-siswa yang terbagi dalam beberapa kelompok diskusi. Adayang sedang belajar bersama, ada yang sekedar ngerumpi kecil, adapoula yang sedang menyelesaikan makalah karya ilmiah. Beberapa siswi puteri saling berbisik, mungkin aneh melihat penampilanku yang bercelana jin, jaket hitam, dan sepatu gunung dari kulit. Aku menyapanya, mereka heboh dengan menggunakan bahasa Bawean yang sebagian besar di serap dari bahasa madura.
Aku disambut di rumah ketua Suriyah NU Bawean, sekaligus salah satu pemilikYayasan Mambaul Fallah. Acara pertama adalah ramah-tamah, diusul makan besar dengan tema sea food. Sekali lagi aku terkesima, hidangan didepan mataku adalah lobster sebesar kaki anak usia 5 tahun, kalau di jawa harganya bisa mencapai ratusan ribu atau lebih. Kepiting raksasa sebesar piring, dan ikan tuna muda. Yang paling istimewa adalah sambalnya, sambal hanya terdiri dari cabe, garam, dan jeruk nipis, tapi sedapnya tiada tara. Oh..Bondan Winarno..maknyusmu harus mampir disini.
Pak Azis, demikian aku menyapa tuan rumah, adalah seorang tokoh yang paling disegani di pulau Bawean, dia juga menjabat sebagai anggota DPR di Gresik. Aku banyak sharing tentang politik, sosial, pendidikan, dan planning untuk Mambaul Fallah kedepan. Salah satu kendala terbesar di sini adalah kekurangan jumlah guru.dan rendahnya adopsi teknologi oleh para guru.
Setelah banyak ngobrol, aku menemani siswa-siswi menonton film di ruang Laboratorium Mereka antusias sekali berdiskusi, dan bersemangat dengan tanggapanku. Dahsyat..aku merasa benar-benar terpanggil untuk mereka. Mereka punya cita-cita membuat majalah dan membuat film. Seketika itu juga aku membuat rencana dengan mereka. Merencanakan pelatihan jurnalistik, praktek membuat majalah, dan dasar-dasar film. Sementara untuk melatih para guru dan ustadz aku alihkan menjadi malam hari. Aku ingin empat hariku disini benar-benar optimal.
Aku kerja seperti kesetanan, bangun pagi lalu ikut jamaah subuh dan olahraga, memberi materi jurnalistik, sorenya melatih membuat film di pantai, malam hari berdiskusi dengan para guru, melatih belajar internet dan pola pendidikan yang demokratis.
Malam hari siswa-siswi selalu mengajak bakar ikan, aku terpaksa memenuhi ajakannya. Setelah rapat aku temani mereka ke pantai, mencari ikan dan kepiting, lalu membakar ikan, mengikuti mereka menggosip tentang guru, tentang sekolah, tentang pacaran mereka..haha..aku serasa kembali SMU.
Hari terakhir mereka mengajakku melihat bencana longsor di desa Chandi, empat puluh rumah tertimbun tanah, jembatan ambrol, sawah rusak, tapi syukurlah tak ada korban jiwa. Aku sempat ngobrol dengan penduduk setempat, para sisa menerjemahkan untukku. Aku jadi termenung sesaat…melihat langit, dan rasa syukurku bergolak, setidaknya aku tidak pernah merasa kekurangan.
Terlalu banyak kenangan, meski singkat...sekedar empat hari. Tapi Bawean telah membuatku jatuh hati…, terenyuh..ketika temen2 siswa mngantarku ke pelabuhan. Beberapa siswi menangis…semoga rasa kehilangan mereka karena aku telah berusaha memberikan wawasan yang bermanfaat bagi mereka.
Hampir satu jam aku merenung diatas kapal..melihat laut..dan pulau Bawean yang tak lagi kelihatan…………………..
http://adeegoist.blogs.friendster.com/
No comments:
Post a Comment