Oleh : Imbalo
Terlihat lain dari umumnya penduduk asli suku laut yang mendiami pulau Kubung, Ainur Rafiq begitu pria 30 tahunan ini mengenalkan dirinya kepada rombongan kami yang bersilahturahmi ke pulau Kubung, Ainur Rafiq asal Bawean sudah enam tahun tinggal di pulau Kubung, pria bertubuh kecil tinggi sekitar 140 cm ini, beristerikan orang suku laut, dikaruniai dua orang anak.
Pulau Kubung tempat tinggal Ainur Rafiq masuk wilayah kelurahan Ngenang, kecamatan Nongsa Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, di pulau Kubung tak berapa jauh dari rumah Ainur Rafiq berdiri bangungan permanen bercat biru cukup luas, bangunan itu tempat pemotongan babi, babi yang dipotong di pulau ini di ekspor ke luar negeri.
Di perusahaan pemotongan babi itulah Ainur Rafiq bekerja sebagai Satpam (penjaga), “Ada enam orang yang bekerja menjadi Satpam, sorang saya saja yang Islam.”ujar Ainur Rafiq kepada kami menjelaskan dimana dia bekerja.
Di Singapura, pemerintah disana memberi hak istimewa kepada suku boyan, tidak dimasukkan kepada suku melayu meskipun sama - sama Islam , menjadi suku tersendiri yaitu suku boyan, di Malaysia mereka menjadi suku melayu. Di Australia suku boyan lumayan banyak, mayoritas muslim yang tinggal di Ausi adalah suku boyan dari Indonesia, disana mereka mempunyai komunitas dan mengembangkan Islam.
Suku Boyan terkenal taat kepada agamanya yaitu Islam, menurut pengakuan Ainur Rafiq, ia tak berani mengajarkan mengaji Quran di pulau Kubung , disamping takut dipecat dari pekerjaannya dan tak enak kepada kawan-kawan sesama pekerja yang bukan muslim, dia takut dibilang sok pandai. Ada rasa gamang dari nada suaranya, padahal menurut keterangan Ainur Rafiq yang tammat dari Aliyah di Sangkapura Pulau Bawean sana dapat menjadi Imam dan Khatib shalat Jumat.
Di dalam rumah Ainur Rafiq yang sederhana, rumah panggung dibibir pantai terdapat satu unit Generator Listrik yang masih baru, belum terpasang, Genset itu rencana untuk penerangan di malam hari, Genset itu dibeli dari hasil tabungan selama bekerja menjadi Satpan di rumah pemotongan babi dan juga dari hasil menangkap hasil laut diseputaran pulau Kubung tempat tinggal Ainur rafiq beserta keluarganya. Di dalam rumah itu pun ada seperangkat VCD dan ada TV , dari segi materi sepertinya Ainur Rafiq tak mengalami kendala
Di Pulau Kubung terdapat 6 KK yang beragama Islam, tak ada Mushalla disana , tetapi Gereja cukup besar , ada sekolah SD Negeri kelas jauh, disitu ada sebuah rumah cukup besar bernama “Pondok Anugerah”, dibangun oleh orang Korea seperti panti untuk orang non muslim atau tempat bermain , beberapa anak muslim disekolahkan oleh orang Korea tadi di Batam, itulah yang merisaukan hati Ainur Rafiq dan Dormat orang asli pulau Kubung yang sudah Muslim sejak puluhan tahun lalu.
Terlihat seorang anak lelaki kecil usia 2 tahun bernama Lintang berlari-lari, ibunya telah meninggal dunia, Bapaknya bekerja di Batam, Lintang dititipkan kepada saudara Bapaknya yang lain agama, menurut Dormat kakak Lintang disekolahkan oleh orang Korea, dengar kabar dah di baptis jelas Dormat kepada kami sambil berjalan diatas pelantar mengantarkan kami menuju boat yang memang kami sewa untuk berkeliling di enam pulau seputaran kelurahan Ngenang yang sedang giat-giatnya digarap misionaris.
Ustaz-ustaz malas datang kemari, kalau guru mereka rutin datang ujar Dormat. Tak benar seperti yang disangkakan oleh Drs Kudri Syam, Kakandepag Batam ini mengatakan orang suku laut materialistis, terbiasa dimanjakan oleh misionaris yang selalu membawa barang bantuan.
Kami butuh ustaz untuk menambah pengetahuan kami tentang Islam ujar Dormat, kami tak tergiur untuk menukar keyakinan dengan bantuan material jelasnya lagi. Hal ini diamini oleh Ainur Rafiq yang terlihat agak tertekan, Insya Allah saya boleh menjadi guru agama disini bahkan untuk menjadi khatibpun saya boleh ujar Ainur Rafiq berkali-kali tetapi terlihat kesan takut diwajahnya.
Ada apa gerangan…………….
http://imbalo.wordpress.com
No comments:
Post a Comment