Media Bawean, 17 Mei 2008
MADIUN (SINDO) – Entah setan mana yang merasuki pikiran Dian Endang Mardiana hingga tega membunuh darah dagingnya sendiri. Wanita 31 tahun asal Kelurahan Munggut, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, ini tanpa ampun menghajar Tegar Bangun Nurstiadi,3, hingga menemui ajal.
Pembunuhan keji ini terkuak setelah warga melaporkan kejadian ini ke Polsek Wungu kemarin. Polisi yang datang ke tempat kejadian perkara (TKP) menemukan mayat Tegar dalam kondisi sangat mengenaskan. Tubuh mungil tanpa nyawa itu teronggok dalam balutan kain sarung lusuh di dekat lemari, bercampur dengan kain yang berserakan. Ketika diperiksa, tubuh itu sudah mulai membusuk.
Kulitnya kebiruan.Nyaris di sekujur tubuh itu terdapat luka. Matanya lebam membiru, di kepalanya tertempel darah yang sudah mengering, juga terdapat bekas luka bakar. Diduga kuat, Tegar dihabisi sekitar dua hari sebelum jasadnya ditemukan. Polsek Wungu bergerak cepat. Mereka mengamankan Dian dan Suyadi bin Sono Sarmaji, orang tua korban,untuk diperiksa.
Sementara jasad Tegar dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedono, Kota Madiun, untuk dilakukan autopsi. ”Korban sebetulnya sudah tewas pada hari Selasa (13/05), tapi baru diketahui oleh warga dan dilaporkan ke Polsek Wungu pagi tadi pukul 07.00 WIB,”ujar Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Wungu AKP Moelyono kemarin.
Mengapa Dian begitu tega menghabisi nyawa darah dagingnya sendiri? Menurut Moelyono,dari hasil pemeriksaan, Dian mengaku sangat jengkel dengan anaknya yang berkali-kali minta mainan dan mengajaknya keluar rumah. Dian telah berulang kali menolak karena saat itu tak memiliki uang sepeser pun. Sementara pada saat itu, Suyadi, suaminya, tak ada di rumah mencari pekerjaan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga.
”Karena korban terus merengek, emosi Dian memuncak,” kata Moelyono. Di sinilah tragedi itu bermula. Dian membabi buta memukul wajah dan tubuh Tegar menggunakan hanger plastik.Tak puas, Dian lantas mengambil sebilah bambu yang tergeletak di dalam rumah dan kembali menghantamkan ke tubuh anaknya. Raungan tangis kesakitan dari buah hatinya agaknya tak sanggup meredam wanita yang telah kalap itu.
Dian menyeret Tegar ke arah dinding rumah.Kepala mungil itu dibentur-benturkan hingga membuat Tegar pingsan. Dalam keadaan pingsan, kepala Tegar dibekap dengan plastik dan sarung. Tubuh kecil tanpa daya ini lantas digeletakkan begitu saja di sebuah lemari kuno ada di ujung kamar. Awalnya, kejadian ini tak diketahui warga. Setelah dua hari, mayat Tegar sudah mulai menebarkan aroma busuk, yang membuat Dian kalut.
Dia akhirnya melaporkan ke takmir masjid dan Ketua RT 04/05, Kelurahan Munggut, bahwa anaknya telah tewas. Pada saat melapor, dia sebetulnya ingin takmir masjid segera mengebumikan anaknya. Begitu warga mengecek kondisi rumah Dian dan menemui kejanggalan, mereka melaporkan kejadian itu ke Polsek Wungu. Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Madiun AKBP Andhy Hartoyo mengatakan, dari pemeriksaan dan penyidikan sementara, pelaku dijerat pasal 338 jo pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan korban tewas dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
Pelaku juga dijerat UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). ”Saat ini, ibu dan ayah korban masih kita periksa intensif di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Madiun. Mereka sudah kita tahan di sini,” ujarnya.
Menurut Koordinator Instalasi Kedokteran Forensik RSUD dr Soedono, Kota Madiun, Sulono, dari hasil otopsi luar yang dilakukan terhadap tubuh korban, diketahui terdapat luka bakar di tubuh korban dengan ukuran 3x4 sentimeter. Selain itu, terdapat luka lebam dan memar di sekujur tubuh. Di sekitar mata kiri korban terdapat luka memar, sementara di kepala korban terdapat luka lebam yang disebabkan benturan benda tumpul.
Tiga Anaknya Meninggal
Dibandingkan dengan tetangga sekitarnya, keluarga Dian Endang Mardiana dan Suyadi bin Sono Sarmadji memang sangat miskin. Dinding rumah mereka dari tembok minim semen sudah mulai retak di sana-sini. Atap rumah juga bolong-bolong. Tak ada perabotan berharga di ruang tamu. Kelambu yang terpasang sebagai pintu masuk kamar sangat kumal. Dimata tetangga dan warga sekitar, keluarga ini ter-kesan lebih sering menutup diri di rumah.
Mereka hanya se-sekali keluar untuk mencari nafkah. Sepengetahuan warga sekitar, karena lilitan ke-miskinan itulah keluarga ini terpaksa menjadi peminta-minta di Alun-alun Kota Madiun. Situasi dan kondisi ekonomi yang sulit itu juga membuat keluarga ini sering bertengkar karena hal-hal sepele. Tetangga dan warga sekitar tidak berani mendekat, karena tidak mau ikut campur tangan urusan keluarga lain.
Menurut Lilik, 67, orang tua Suyadi, Dian Endang dan Suyadi menikah pada 1994. Kehidupan keluarga ini tak berjalan baik dan lebih sering terlihat bertengkar karena persoalan ekonomi. Suyadi, kata dia, sebetulnya sudah sering kerja serabutan, seperti menjadi buruh bangunan. Belakangan ini,dia tak punya pekerjaan alias menganggur. Menurut Lilik, Tegar Bangun Nurstiadi merupakan anak pasangan Dian-Suyadi. Anak pertama mereka, lakilaki hanya hidup 1,5 bulan.
Bayi mungil itu meninggal karena sakit. Kemudian, anak kedua pasangan ini lahir kembar berjenis kelamin perempuan, diberi nama Yuliana dan Yuliani. Bayi kembar perempuan itu juga tak bertahan lama. Setelah berumur sekitar satu bulan, mereka meninggal dunia akibat sakit dan tak diobati. ”Saya juga tidak tahu penyebab sakitnya saat itu apa,”ungkap Lilik.
Menurut Purwanto, 60, tetangga dekat korban, di mata tetangga dan warga sekitar, pasangan Dian Endang dan Suyadi ini terkesan kurang bergaul dengan warga sekitar. Mereka jarang mengikuti kegiatan tahlilan atau acara sosial yang diadakan warga setempat. ”Keluarga ini lebih banyak menutup diri dan berdiam di rumah. Sampai ada kejadian penganiayaan itu kita tidak tahu, karena mereka jarang keluar. Kita tahu setelah orang tuanya melaporkan ke RT,” ujarnya.
Purwanto mengakui, keluarga Dian Endang dan Suyadi ini termasuk keluarga miskin di kelurahan itu. Pada saat ada pembagian beras untuk keluarga miskin (raskin) mereka selalu mendapat jatah. Keluarga ini juga sering mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui program pengentasan kemiskinan. ”Mereka sulit bertahan, karena kondisi ekonomi mereka yang sangat sulit. Harapan mereka untuk bertahan hidup ya dengan cara meminta-minta seperti itu,”ungkapnya.
Tertekan Hebat
Ahli Jiwa Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya dr Hendro Riyanto SpKJ menuturkan, aksi kejam Dian bisa dipicu sebuah kejadian yang membuat akal sehatnya hilang. Kekerasan terhadap anak itu biasanya sebagai bentuk pelampiasan dari kejadian atau lingkungan yang amat menekan jiwanya dengan hebat. ”Jelas ada pencetus kejadian yang membuat sang ibu marah. Jika tidak, seorang ibu biasanya mampu mengendalikan emosinya.
Meski anak sangat nakal, biasanya ibu hanya memberi peringatan,” ujar Hendro kemarin. Kemungkinan lain, kata Hendro, ibu tersebut memiliki rasa traumatik yang tinggi. Trauma itu bisa berasal dari kejadian masa lampau yang pernah menimpa dirinya. Misalnya, ketika kecil dia sering menjadi korban kekerasan. ”Imbasnya, dia akan terbiasa melakukan kekerasan serupa pada anaknya. Kasus seperti ini sering terjadi dalam rumah tangga di Indonesia,” ungkapnya. (muhammad roqib/ aan haryono)
MADIUN (SINDO) – Entah setan mana yang merasuki pikiran Dian Endang Mardiana hingga tega membunuh darah dagingnya sendiri. Wanita 31 tahun asal Kelurahan Munggut, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, ini tanpa ampun menghajar Tegar Bangun Nurstiadi,3, hingga menemui ajal.
Pembunuhan keji ini terkuak setelah warga melaporkan kejadian ini ke Polsek Wungu kemarin. Polisi yang datang ke tempat kejadian perkara (TKP) menemukan mayat Tegar dalam kondisi sangat mengenaskan. Tubuh mungil tanpa nyawa itu teronggok dalam balutan kain sarung lusuh di dekat lemari, bercampur dengan kain yang berserakan. Ketika diperiksa, tubuh itu sudah mulai membusuk.
Kulitnya kebiruan.Nyaris di sekujur tubuh itu terdapat luka. Matanya lebam membiru, di kepalanya tertempel darah yang sudah mengering, juga terdapat bekas luka bakar. Diduga kuat, Tegar dihabisi sekitar dua hari sebelum jasadnya ditemukan. Polsek Wungu bergerak cepat. Mereka mengamankan Dian dan Suyadi bin Sono Sarmaji, orang tua korban,untuk diperiksa.
Sementara jasad Tegar dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedono, Kota Madiun, untuk dilakukan autopsi. ”Korban sebetulnya sudah tewas pada hari Selasa (13/05), tapi baru diketahui oleh warga dan dilaporkan ke Polsek Wungu pagi tadi pukul 07.00 WIB,”ujar Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Wungu AKP Moelyono kemarin.
Mengapa Dian begitu tega menghabisi nyawa darah dagingnya sendiri? Menurut Moelyono,dari hasil pemeriksaan, Dian mengaku sangat jengkel dengan anaknya yang berkali-kali minta mainan dan mengajaknya keluar rumah. Dian telah berulang kali menolak karena saat itu tak memiliki uang sepeser pun. Sementara pada saat itu, Suyadi, suaminya, tak ada di rumah mencari pekerjaan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga.
”Karena korban terus merengek, emosi Dian memuncak,” kata Moelyono. Di sinilah tragedi itu bermula. Dian membabi buta memukul wajah dan tubuh Tegar menggunakan hanger plastik.Tak puas, Dian lantas mengambil sebilah bambu yang tergeletak di dalam rumah dan kembali menghantamkan ke tubuh anaknya. Raungan tangis kesakitan dari buah hatinya agaknya tak sanggup meredam wanita yang telah kalap itu.
Dian menyeret Tegar ke arah dinding rumah.Kepala mungil itu dibentur-benturkan hingga membuat Tegar pingsan. Dalam keadaan pingsan, kepala Tegar dibekap dengan plastik dan sarung. Tubuh kecil tanpa daya ini lantas digeletakkan begitu saja di sebuah lemari kuno ada di ujung kamar. Awalnya, kejadian ini tak diketahui warga. Setelah dua hari, mayat Tegar sudah mulai menebarkan aroma busuk, yang membuat Dian kalut.
Dia akhirnya melaporkan ke takmir masjid dan Ketua RT 04/05, Kelurahan Munggut, bahwa anaknya telah tewas. Pada saat melapor, dia sebetulnya ingin takmir masjid segera mengebumikan anaknya. Begitu warga mengecek kondisi rumah Dian dan menemui kejanggalan, mereka melaporkan kejadian itu ke Polsek Wungu. Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Madiun AKBP Andhy Hartoyo mengatakan, dari pemeriksaan dan penyidikan sementara, pelaku dijerat pasal 338 jo pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan korban tewas dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
Pelaku juga dijerat UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). ”Saat ini, ibu dan ayah korban masih kita periksa intensif di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Madiun. Mereka sudah kita tahan di sini,” ujarnya.
Menurut Koordinator Instalasi Kedokteran Forensik RSUD dr Soedono, Kota Madiun, Sulono, dari hasil otopsi luar yang dilakukan terhadap tubuh korban, diketahui terdapat luka bakar di tubuh korban dengan ukuran 3x4 sentimeter. Selain itu, terdapat luka lebam dan memar di sekujur tubuh. Di sekitar mata kiri korban terdapat luka memar, sementara di kepala korban terdapat luka lebam yang disebabkan benturan benda tumpul.
Tiga Anaknya Meninggal
Dibandingkan dengan tetangga sekitarnya, keluarga Dian Endang Mardiana dan Suyadi bin Sono Sarmadji memang sangat miskin. Dinding rumah mereka dari tembok minim semen sudah mulai retak di sana-sini. Atap rumah juga bolong-bolong. Tak ada perabotan berharga di ruang tamu. Kelambu yang terpasang sebagai pintu masuk kamar sangat kumal. Dimata tetangga dan warga sekitar, keluarga ini ter-kesan lebih sering menutup diri di rumah.
Mereka hanya se-sekali keluar untuk mencari nafkah. Sepengetahuan warga sekitar, karena lilitan ke-miskinan itulah keluarga ini terpaksa menjadi peminta-minta di Alun-alun Kota Madiun. Situasi dan kondisi ekonomi yang sulit itu juga membuat keluarga ini sering bertengkar karena hal-hal sepele. Tetangga dan warga sekitar tidak berani mendekat, karena tidak mau ikut campur tangan urusan keluarga lain.
Menurut Lilik, 67, orang tua Suyadi, Dian Endang dan Suyadi menikah pada 1994. Kehidupan keluarga ini tak berjalan baik dan lebih sering terlihat bertengkar karena persoalan ekonomi. Suyadi, kata dia, sebetulnya sudah sering kerja serabutan, seperti menjadi buruh bangunan. Belakangan ini,dia tak punya pekerjaan alias menganggur. Menurut Lilik, Tegar Bangun Nurstiadi merupakan anak pasangan Dian-Suyadi. Anak pertama mereka, lakilaki hanya hidup 1,5 bulan.
Bayi mungil itu meninggal karena sakit. Kemudian, anak kedua pasangan ini lahir kembar berjenis kelamin perempuan, diberi nama Yuliana dan Yuliani. Bayi kembar perempuan itu juga tak bertahan lama. Setelah berumur sekitar satu bulan, mereka meninggal dunia akibat sakit dan tak diobati. ”Saya juga tidak tahu penyebab sakitnya saat itu apa,”ungkap Lilik.
Menurut Purwanto, 60, tetangga dekat korban, di mata tetangga dan warga sekitar, pasangan Dian Endang dan Suyadi ini terkesan kurang bergaul dengan warga sekitar. Mereka jarang mengikuti kegiatan tahlilan atau acara sosial yang diadakan warga setempat. ”Keluarga ini lebih banyak menutup diri dan berdiam di rumah. Sampai ada kejadian penganiayaan itu kita tidak tahu, karena mereka jarang keluar. Kita tahu setelah orang tuanya melaporkan ke RT,” ujarnya.
Purwanto mengakui, keluarga Dian Endang dan Suyadi ini termasuk keluarga miskin di kelurahan itu. Pada saat ada pembagian beras untuk keluarga miskin (raskin) mereka selalu mendapat jatah. Keluarga ini juga sering mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui program pengentasan kemiskinan. ”Mereka sulit bertahan, karena kondisi ekonomi mereka yang sangat sulit. Harapan mereka untuk bertahan hidup ya dengan cara meminta-minta seperti itu,”ungkapnya.
Tertekan Hebat
Ahli Jiwa Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya dr Hendro Riyanto SpKJ menuturkan, aksi kejam Dian bisa dipicu sebuah kejadian yang membuat akal sehatnya hilang. Kekerasan terhadap anak itu biasanya sebagai bentuk pelampiasan dari kejadian atau lingkungan yang amat menekan jiwanya dengan hebat. ”Jelas ada pencetus kejadian yang membuat sang ibu marah. Jika tidak, seorang ibu biasanya mampu mengendalikan emosinya.
Meski anak sangat nakal, biasanya ibu hanya memberi peringatan,” ujar Hendro kemarin. Kemungkinan lain, kata Hendro, ibu tersebut memiliki rasa traumatik yang tinggi. Trauma itu bisa berasal dari kejadian masa lampau yang pernah menimpa dirinya. Misalnya, ketika kecil dia sering menjadi korban kekerasan. ”Imbasnya, dia akan terbiasa melakukan kekerasan serupa pada anaknya. Kasus seperti ini sering terjadi dalam rumah tangga di Indonesia,” ungkapnya. (muhammad roqib/ aan haryono)
Sumber : SINDO 17 Mei 2008
No comments:
Post a Comment