Tujuan dari demokrasi lokal/otonomi daerah adalah mensinergiskan pembangunan di daerah, dimana selama ini pembangunan tersentralisasi di Jakarta.
Namun pemerintah daerah salah kaprah dengan gagasan otonomi daerah, yang terjadi pemerintah daerah menjadi industri PERDA (Peraturan Daerah) untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah)lewat retribusi.
Faktanya, otonomi daerah tidak mampu menjadi mentor pembangunan karena pemerintah daerah lebih mengedepankan retribusi(pajak) bukan pembangunan industri yang nantinya mampu menampung tenaga kerja potensial yang akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Ini bisa dilihat dari susahnya birokrasi terhadap investor yang akan masuk ke daerahnya. Pemerintah daerah lebih mengedepankan, berapa pajak yang akan diberikan perusahaan kalian jika beropoerasi di daerah kami? seharusnya, pertanyaannya adalah berapa tenaga kerja baru yang nantinya dibutuhkan oleh perusahaan kalian? ....
Menjadi fakta bersama kalau masyarakat Bawean cenderung konservatif. Wacana apapun yang diinjekkan pastinya menimbulkan pro kontra...(tapi jangan klenik dong masa mahasiswa klenik..gak rasional aja Bung) wacana Bawean kabupaten? kenapa tidak..??!!! Bawean punya banyak potensi.
Potensi alam yang belum dikelolah secara maksimal, dan tentunya potensi sumber daya manusia. namun banyak prasyarat untuk pemekaran wilayah (kecamatan-kabupaten), misal; luas wilayah, jumlah kecamatan minimal 3 kecamatan, jumlah penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana, pendapatan daerah..dll !!!
Kalau memang potensi pariwisata Bawean cukup potensial kenapa tidak digarap? isu pro dan kontra wajar, ini menjadi tradisi masyarakat transisi. ya tugas kita yang mengaku intelektual untuk mengawal, membangun kesadaran perpikir masyarakat Bawean yang konservatif menjadi rasional. tentunya akan lahir pergeseran nilai-nilai sosial di masyarakat jika Bawean menjadi pulau wisata, tapi perubahan signifikan pada sektor ekonomi juga harus dihitung adil..!! SELAMAT BERJUANG (YANA, SURABAYA)
No comments:
Post a Comment