Media Bawean, 5 Februari 2008
Suara Mahasiswa Bawean
Perjalanan Bawean menuju Civil Society masih terhalang oleh sekian banyak masalah. Sebagai salah satu pulau kecil yang berada dalam wilayah administratif pemerintah kabupaten Gresik, keberadaaan Bawean masih cukup memprihatinkan. Pembangunan infrastruktur Bawean cukup lamban. Tak pelak, upaya membangun Bawean seakan hanya sebuah utopia.
Upaya membangun Bawean seakan belum disadari pemerintah dan seluruh masyarakat Bawean. Pemerintah Gresik cendrung menganaktirikan Bawean, sedangkan masyarakat Bawean sendiri cendrung terpecah belah—tidak kompak dalam menghadapi permasalahan. Cukup banyak sekali permasalah yang harus direspon dengan langkah konkrit. Dari sekian banyak masalah; birokrasi yang bertele-tele, aparat pemerintahan dan keamaan yang selalu memanfaatkan kebetuhan masyarakat, proyek pembangunan infrastruktur yang seadanya, dan lain sebagainya, salah satu yang membutuhkan respon cepat adalah masalah listrik.
Zaman sekarang, listrik merupakan kebutuhan yang sangat urgen. Listrik telah menjadi bagian primer kebutuhan masyarakat. Kondisi riil listrik di Bawean saat ini—bisa dibilang—sangatlah memperihatinkan. Kebutuhan listrik yang meningkat tidak dibarengi dengan ketersedian pembangkit yang memadai. Akibat kebutuhan listrik yang kian meningkat tersebut, terjadi praktik pencurian arus—biasanya diistilahkan dengan curah—di beberapa daerah, khusunya daerah pedalaman, sehingga mesin pembangkit tidak bisa menerangi Bawean secara bersamaan (over quota).
Saat ini, kebijakan yang diambil Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menyediakan tenaga listrik di Bawean, ialah penerangan secara bergiliran. Ini tentunya sangat merugikan masyarkat dan negara. Masyarakat pelanggan resmi PLN dirugikan dengan tidak maksimalnya pelayanan, sedang masyarakat pelanggan tidak resmi (illegal) dirugikan dengan pemanfaatan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Khususnya yang terakhir, berakibat pula pada kerugian negara karena PLN tidak bisa beroprasi maksimal.
Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa kinerja manajemen PLN Cab. Bawean sangat lemah dan cendrung berdiam diri; membiarkan praktik curah. Bahkan, menurut hasil investigasi beberapa waktu lalu, telah terjadi praktik korupsi di tubuh PLN. Melihat kinerja PLN yang tidak maksimal tersebut, semestinya pemerintah Gresik memberikan “teguran keras” terhadap PLN. Namun, dikarenakan pemerintah Gresik cenderung “menganaktirikan” problem di Bawean, pemerintah Gresik pun turut berpangku tangan.
Permasalahan makin runyam ketika masyarakat bersikap apatis dan membiarkan berbagai bentuk penyimpangan terjadi. Ini merupakan konsekuensi logis dari kurangannya sensibilitas dan lemahnya kontrol masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemayarakatan (NGO), terhadap problematika yang terjadi.
Berdasarkan fenomena di atas, kami, mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Bawean (KMB), dengan ini menyatakan sekaligus menuntut kepada pemerintah dan PLN Gresik;
1. Normalisasi listrik 24 jam di Bawean
2. Sesuaikan tarif listrik—maksimal—sesuai harga nasional
3. Mengusut tuntas pelaku praktik pemasangan aliran listrik illegal
4. Maksimalisasi mesin pembangkit listrik sesuai daya yang dibutuhkan di Bawean.
5. Pembenahan manajemen PLN Cab. Bawean
6. Agar pemerintah Gresik memberikan teguran keras terhadap PLN Gresik, dan khususnya PLN Cab. Bawean, atas beberapa masalah kelistrikan di Bawean.
Dan dengan demikian, kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut melakukan presure atas krisis listrik di Bawean.
Suara Mahasiswa Bawean
Perjalanan Bawean menuju Civil Society masih terhalang oleh sekian banyak masalah. Sebagai salah satu pulau kecil yang berada dalam wilayah administratif pemerintah kabupaten Gresik, keberadaaan Bawean masih cukup memprihatinkan. Pembangunan infrastruktur Bawean cukup lamban. Tak pelak, upaya membangun Bawean seakan hanya sebuah utopia.
Upaya membangun Bawean seakan belum disadari pemerintah dan seluruh masyarakat Bawean. Pemerintah Gresik cendrung menganaktirikan Bawean, sedangkan masyarakat Bawean sendiri cendrung terpecah belah—tidak kompak dalam menghadapi permasalahan. Cukup banyak sekali permasalah yang harus direspon dengan langkah konkrit. Dari sekian banyak masalah; birokrasi yang bertele-tele, aparat pemerintahan dan keamaan yang selalu memanfaatkan kebetuhan masyarakat, proyek pembangunan infrastruktur yang seadanya, dan lain sebagainya, salah satu yang membutuhkan respon cepat adalah masalah listrik.
Zaman sekarang, listrik merupakan kebutuhan yang sangat urgen. Listrik telah menjadi bagian primer kebutuhan masyarakat. Kondisi riil listrik di Bawean saat ini—bisa dibilang—sangatlah memperihatinkan. Kebutuhan listrik yang meningkat tidak dibarengi dengan ketersedian pembangkit yang memadai. Akibat kebutuhan listrik yang kian meningkat tersebut, terjadi praktik pencurian arus—biasanya diistilahkan dengan curah—di beberapa daerah, khusunya daerah pedalaman, sehingga mesin pembangkit tidak bisa menerangi Bawean secara bersamaan (over quota).
Saat ini, kebijakan yang diambil Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menyediakan tenaga listrik di Bawean, ialah penerangan secara bergiliran. Ini tentunya sangat merugikan masyarkat dan negara. Masyarakat pelanggan resmi PLN dirugikan dengan tidak maksimalnya pelayanan, sedang masyarakat pelanggan tidak resmi (illegal) dirugikan dengan pemanfaatan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Khususnya yang terakhir, berakibat pula pada kerugian negara karena PLN tidak bisa beroprasi maksimal.
Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa kinerja manajemen PLN Cab. Bawean sangat lemah dan cendrung berdiam diri; membiarkan praktik curah. Bahkan, menurut hasil investigasi beberapa waktu lalu, telah terjadi praktik korupsi di tubuh PLN. Melihat kinerja PLN yang tidak maksimal tersebut, semestinya pemerintah Gresik memberikan “teguran keras” terhadap PLN. Namun, dikarenakan pemerintah Gresik cenderung “menganaktirikan” problem di Bawean, pemerintah Gresik pun turut berpangku tangan.
Permasalahan makin runyam ketika masyarakat bersikap apatis dan membiarkan berbagai bentuk penyimpangan terjadi. Ini merupakan konsekuensi logis dari kurangannya sensibilitas dan lemahnya kontrol masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemayarakatan (NGO), terhadap problematika yang terjadi.
Berdasarkan fenomena di atas, kami, mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Bawean (KMB), dengan ini menyatakan sekaligus menuntut kepada pemerintah dan PLN Gresik;
1. Normalisasi listrik 24 jam di Bawean
2. Sesuaikan tarif listrik—maksimal—sesuai harga nasional
3. Mengusut tuntas pelaku praktik pemasangan aliran listrik illegal
4. Maksimalisasi mesin pembangkit listrik sesuai daya yang dibutuhkan di Bawean.
5. Pembenahan manajemen PLN Cab. Bawean
6. Agar pemerintah Gresik memberikan teguran keras terhadap PLN Gresik, dan khususnya PLN Cab. Bawean, atas beberapa masalah kelistrikan di Bawean.
Dan dengan demikian, kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut melakukan presure atas krisis listrik di Bawean.
No comments:
Post a Comment