Oleh : YULI WULAN SARI (NIM. 99465/IMP)
Hari Jum’at 15 Februari 2002, pukul 04.30 WIB tepat ketika adzan subuh berkumandang dari kejauhan, kami menginjakkan kaki di Pulau Bawean, pulau kecil yang terletak 50 mil dari Pulau Jawa. Di pulau ini kami bermaksud melakukan kegiatan observasi fauna Bawean, sesuai dengan titel kegiatan kami Observasi Fauna Bawean (OFB) 2002 ini yang merupakan salah satu rangkaian dari pendidikan Anggota Muda IMPALA UNIBRAW ini diikuti oleh 6 orang, Haris, Yuli, Lukman, Wildan, Tri, dan Muzaki. Pulau Bawean, tempat kami akan menghabiskan waktu selama enam hari ke depan tersebut dihuni oleh satwa endemik rusa, binatang bertanduk yang dalam bahasa latinnya disebut Axis Kuhlii.
Badan rasanya remuk dan tulang-tulang terasa mau patah setelah perjalanan kurang lebih 10 jam menggunakan kapal laut ditemani hantaman ombak Laut Jawa yang lumayan bisa membuat kami semua mabuk laut. Pagi itu kami belum bisa melihat pemandangan sekitar Pulau Bawean karena cuaca dan kondisi tim yang tidak memungkinkan. Dari dermaga, dua orang sekonyong-konyong datang dan menjabat erat tangan kami bergantian. Ternyata mereka adalah rekan Hayatudin yang akrab dipanggil Udin, salah seorang Anggota Muda Eks Diklatsar 23 IMPALA UNIBRAW, ditemani mas Awik pamannya, yang bermaksud menjemput kedatangan kami. Selanjutnya mereka membawa kami ke desa Gunung Teguh, tempat tinggal Udin, untuk beristirahat dan melengkapi semua keperluan perijinan.
Kami kaum pengembara yang senantiasa mencari jalan yang sepi tak pernah menyongsong pagi di tempat yang sama. Seperti kemarin masih kami huni dan tak pernah menyambut fajar di tempat yang sama seperti kemarin kami alami bahkan selama bumi tidur, berkelana jualah kami. Kami benih tanaman dari jenis yang kuat bertahan dalam keranuman dan istirahatilah (?) letak alasan mengapa senantiasa kami terbawa mengembara di atas buana dan tersebar kemana-mana (Khalil Gibran ).
Keesokan harinya setelah sehari penuh melakukan recovery, kami bermaksud untuk memulai kegiatan kami. Pada hari Sabtu tepat pukul 08.00 WIB, kami berangkat menuju Budakit Barat dengan diantarkan oleh petugas Perhutani Budakit Barat bapak Nursyamsi, yang selanjutnya bersama mas Awik, menjadi guide kami selama berkegiatan. Kami melakukan perjalanan kurang lebih 2 jam menuju menara pengintai I, lokasi pertama yang kami tuju setelah sebelumnya melihat peta penyebaran Rusa Bawean. Menara ini biasa digunakan oleh petugas untuk melakukan observasi Rusa Bawean. Daerah sekitar menara merupakan padang rumput yang sebagian sudah ditumbuhi ilalang yang tinggi, merupakan lokasi tempat rusa mencari minum.
Sebelum melakukan pencarian jejak rusa, kami melakukan orientasi medan terlebih dulu. Namun baru beberapa saat, “ Waduh, sepertinya cuaca mulai tak bersahabat ini. Mas, lihat mendungnya sudah seperti mau jatuh aja!“, teriak Lukman tiba-tiba. Kontan saja semua anggota tim termasuk dua orang petugas Perhutani Budakit Barat mendongak ke atas. Benar saja, tidak berapa lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Dengan kondisi tanah yang becek dan berlumpur, kami terpaksa menghentikan pergerakan. Hari itu terpaksa kami harus mengubah skenario yang telah disusun sebelumnya. Rencananya kami akan menginap di menara pengintai II, namun karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan terpaksa kami menginap di menara pengintai I.
Menara ini mempunyai dua lantai yang terbuat dari kayu jati tua. Bangunannya cukup kokoh dan mampu menampung 20 orang. Malam itu kami memutuskan untuk tidur di menara dan tidak perlu menggelar tenda. Setidaknya suhu di menara cukup hangat dan kami bisa beristirahat dengan nyaman daripada berkemah di luar, di tengah cuaca buruk begini. Udara yang cukup dingin banyak membakar kalori dan lemak sehingga membuat perut kami semua keroncongan. “Luwe rek, kapan iki mangane“, Wildan mulai bersuara setelah sekian lama terdiam merasakan hawa dingin yang mulai menusuk tulang. Sepiring nasi dan segelas kopi susu hangat menemani makan malam kami. Setelah itu kami melakukan evaluasi dan briefing untuk kegiatan esok hari. Kurang lebih pukul 21.00 kami beristirahat untuk menyiapkan kondisi fisik agar esok hari tidak lemas lagi.
Tanggal 17 Februari 2002, dini hari itu suara berat Wildan membangunkan kami dari tidur nyenyak semalam. Tak terasa hari ini sudah memasuki hari ketiga di lapangan. Seperti biasa, pagi itu kami disibukkan dengan aktivitas masak, makan dan kemudian SPI. Pada pukul 09.00, setelah sebelumnya menunggu kurang lebih 1 jam akhirnya petugas yang berjanji akan menyusul dan mengantarkan kami ke menara II akhirnya datang juga. Medan yang kami lalui adalah jalan setapak yang kanan kirinya banyak ditumbuhi ilalang, kemudian naik turun perbukitan dan menyebrangi sungai kecil. Rasanya seperti bertualang di negeri hobbit, negeri orang kerdil dalam film The Lord of the Ring .
Sesekali kami berhenti untuk mengidentifikasi pohon, semak dan buah yang menjadi makanan rusa Bawean. Mata kami tidak pernah berhenti waspada terhadap suasana sekitar, berjaga-jaga siapa tahu ada rusa yang lewat, apalagi sebelumnya kami menemukan bekas gesekan tanduk rusa Bawean di sebatang pohon. Menurut cerita pak Nursyamsi, beberapa waktu sebelum kami datang ada seorang peneliti dari Jerman yang tertarik untuk mengamati kehidupan rusa Bawean. Selama 3 bulan lebih dia melakukan pengamatan terhadap perilaku rusa Bawean, ternyata hanya menemukan kotorannya saja. Bayangkan saja, orang Jerman yang melakukan penelitian selama 3 bulan lebih hanya menemukan kotorannya saja, sungguh satu keajaiban kalau kami dapat menemukan rusa sedang minum dan makan di sekitar daerah pengintaian.
Rusa mempunyai kecenderungan untuk hidup bergerombol. Puncak-puncak bukit adalah tempat mereka biasa berkumpul. Mereka melakukan perjalanan jauh kalau memang sudah tidak menemukan makanan dan air lagi. Mungkin kebetulan waktu itu sedang musim hujan sehingga rusa enggan untuk turun karena mereka sudah menemukan makanan dan air di puncak. Menurut data dari peta yang kami peroleh dari Perhutani setempat ada 3 area yang sering dikinjungi fauna ini yaitu daerah sekitar menara pengintai I, daerah sekitar menara pengintai II dan Telaga Kestoba.
Kondisi menara pengintai II tidak jauh berbeda dengan menara pengintai I, mulai dari bentuk menaranya sampai dengan area sekitar menara II. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh tim. Tim hanya bisa melakukan pengamatan jarak jauh dan pengamatan jarak dekat dengan bantuan 2 buah HT dan 2 buah binokuler. Selanjutnya tim melakukan pergerakan menyusuri area sekitar menara pengintai. Tim dibagi 2 untuk efektivitas penyapuan. Tapi hasilnyapun nihil, kami tidak menemukan satupun tanda-tanda bahwa daerah itu baru saja dikunjungi oleh kawanan rusa. Tidak berapa lama kemudian salah seorang dari kami menemukan jejak. Setelah diidentifikasi ternyata yang kami temukan adalah jejak babi hutan. Yah, tak apalah. Minimal kita masih menemukan fauna yang lain yang hidup dan ikut berkoloni dengan rusa. Jejak ini meskipun bukan jejak rusa, kami coba membuat plastercastnya.. Di lokasi ini kami juga mencoba mengaplikasikan materi Analisa Vegetasi dengan sistem petak tunggal. Dari hasil analisa vegetasi yang kami lakukan, kami berhasil mengidentifikasi 8 jenis tumbuhan yang merupakan makanan rusa. Kedelapan jenis tumbuhan itu adalah Tali Hatta, Tali Cacing, Kabaan Merah dan putih, Buah Kayu Buluh, Lading-ladingan, Labedung, Padi-padian, dan Rambuk. Dari data yang ada, di Pulau Bawean ini ada 84 jenis tumbuhan yang menjadi makanan rusa.
Pukul 13.00 WIB setelah mengganjal perut dengan roti dan biskuit, sesuai dengan skenario, kami harus segera melanjutkan perjalanan agar nanti tepat pukul 14.00 WIB sudah sampai di desa terdekat untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Danau Kastoba. “Seger-seger, akhirnya sampai juga kita di peradapan“, ujar Lukman berseloroh, setelah selama 3 hari kita hanya menjumpai wajah-wajah lusuh tim yang tidak pernah mandi dan kusut karena belum juga menjumpai seekorpun rusa. Haris yang sedari tadi kelelahanpun akhirnya bisa tersenyum. “Ini namanya belimbing khas Bawean!”, seorang penduduk menerangkan sambil memberikan beberapa kantong buah belimbing yang dipetik dari halamannya sendiri. Di kampung Sumber Nanas, tim beristirahat di rumahnya bapak Nursyamsi, sambil menunggu angkutan yang akan membawa tim ke danau Kastoba.
Akhirnya setelah menunggu beberapa saat, mobil pick up membawa kami menuju ke danau Kastoba. Dua jam perjalanan menuju lokasi kami gunakan dengan sebaik-baiknya untuk istirahat sebelum melakukan perjalanan kembali. Di sepanjang perjalanan, di kanan kiri kami hamparan sawah yang baru ditanami padi terbentang luas dengan sungai-sungai kecil yang mengalir jernih. Jalan setapak yang yang dilewati pick up ini terbuat dari semen dan sepertinya sudah dibuat sejak lama.
Tak terasa akhirnya kami sudah tiba di Danau Kastoba. Selama kurang lebih setengah jam dari pemberhentian kendaraan terakhir, kami harus berjalan dengan kondisi jalan yang lumayan menanjak. Betul-betul melelahkan, ditambah lagi beban di pundak yang semakin memperberat langkah kami. Namun semua gerutu dan umpatan mendadak hilang diganti dengan decak kagum saat kami telah sampai di hamparan air yang tak terkira indahnya. Sungguh keajaiban Tuhan ! Ternyata Danau Kastoba adalah sebuah danau mengalir yang dipakai sebagai salah satu sumber air penduduk Bawean. Udara sejuk menerpa wajah kami yang basah kuyup karena keringat yang mengucur deras ketika dalam perjalanan. “Allahu Akbar, Allahu Akbar .......”, terdengar suara mas Awik mengumandangkan adzan. Bukan berarti seruan untuk sholat, tapi itu merupakan adat yang dianut oleh penduduk sekitar jika hendak menginap di daerah sekitar danau. Menurut mitos yang berlaku, kumandang adzan ini semacam ungkapan permisi agar tidak ada yang celaka atau meninggal karena diganggu oleh roh-roh halus. Akan tetapi kami percaya selama kita tidak berbuat macam-macam pasti tidak akan terjadi apa-apa.
Danau Kastoba merupakan salah satu daerah wisata yang menjadi kebanggaan penduduk di Pulau Bawean. Di sekitar danau terdapat 2 buah pendopo yang lumayan untuk digunakan bersantai menikmati indahnya danau dan sejuknya udara di sana. Di antara 2 pendopo ini ada aliran air yang menjadi jalur distribusi dari danau menuju sungai- sungai yang mengalir di Pulau bawean. Kami selanjutnya memutuskan untuk mendirikan tenda di pendopo kedua karena kondisinya lebih baik dari pendopo pertama. Kondisi pendopo sangat mengenaskan, dari cerita yang kami dengar hal itu dikarenakan adanya konflik penduduk sekitar yang pro dan kontra terhadap peresmian Danau Kastoba sebagai kawasan wisata, sehingga protes mereka dilancarkan pada sarana yang ada.
Matahari mulai menyembunyikan mukanya untuk berganti menyinari tempat lain di bumi ini. Tenda sudah berdiri, tinggal makanan yang belum siap. Sebagian tim menyelesaikan masakan dan sebagian lagi menikmati dinginnya air Danau Kastoba. Setelah selama 3 hari berturut-turut tidak mandi akhirnya kami dapat membersihkan badan dengan bersih dan segar. Elang Jawa , burung pipit dan aneka burung lainnya mulai berkeliaran kembali ke sarangnya bersiap untuk istirahat. Sungguh pemandangan yang sangat indah, ditambah lagi melihat merahnya sang surya di langit yang cerah diiringi suara derasnya aliran danau dan bisingnya teriakan Elang Jawa.
Semalaman kami tertidur lelap walaupun dalam hati khawatir karena angin yang kurang bersahabat, mencoba memporak-porandakan tenda kami. Hari berangsur-angsur mulai terang, memaksa kami mengakhiri mimpi indah bertemu rusa. “ Bangun, rek! SPI! Wis jam 6 lho !”, Wildan berteriak-teriak melakukan tugasnya membangunkan tim. Dengan mata yang masih mengantuk kami bergegas bangun dan menyambut hari itu dengan semangat baru. Lari di tempat !”, Tri mulai memimpin SPI pagi itu.
Setelah mengisi perut, kami bersiap-siap melakukan pergerakan kembali. Hari ini kami memutuskan untuk tidak hanya memfokuskan pada pengamatan rusa. Melihat kondisi medan yang masih perawan dan alat-alat penunjang yang tidak memadai untuk menerobos lokasi-lokasi yang diduga sebagai tempat rusa berkumpul, kami memutuskan untuk observasi fauna-fauna lain, khususnya burung yang banyak terdapat di daerah ini. Tim dibagi menjadi 2, ada yang bergerak ke arah kiri dan ada yang bergerak ke arah kanan. Sesuai dengan rencana baru, kami melakukan pengamatan burung dengan mengamati morfologinya, suaranya, dan kalau memungkinkann makanannya. Tidak terasa kontrak waktu telah habis dan apapun hasilnya tim harus kembali ke base camp, packing dan melakukan persiapan untuk perjalanan pulang menuju rumah Udin.
Dengan berat hati, pada pukul 09.00 WIB kami meninggalkan Danau Kastoba yang indah. Kami melakukan perjalanan berkilo-kilo meter melewai sawah, ladang, menyeberang sungai dan sesekali mampir ke rumah penduduk untuk istirahat. Lumayan banyak yang tidak tega melihat wajah lesu kami dan akhirnya menyuguhi kami dengan makanan kecil dan buah-buahan. Dasar nasib lagi baik, kami juga mendapat tumpangan menuju ke Gunung Teguh.
Tiba di Gunung Teguh, di rumah Udin, hari masih siang dan masih cukup waktu untuk membersihkan diri dan beristirahat sebelum kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Malang. Belum puas menikmati segarnya air kelapa muda yang dipetik dari pohon kelapa milik Udin, pukul 15.00 WIB kami berpamitan menuju pelabuhan karena pukul 16.00 WIB kapal laut yang akan membawa kami bertolak.
Kapal Kumala Suri membawa kita kembali ke Pulau Jawa. Kali ini tim tidak ada yang mabuk laut karena disamping kapalnya yang lumayan bersih, kondisi tim juga sudah kelelahan, sehingga semuanya tertidur lelap. Kurang dari 9 jam kita sudah sampai di pelabuhan kota Gresik. Pukul 02.00 WIB dini hari kita sudah berkeliaran di pelabuhan menunggu jemputan dari Novi Dwi Hapsari (NIM. 98442/IMP) yang kebetulan orang tuanya tinggal di Gresik. Di rumah Novi kami disambut dengan hangat. Setelah bercerita panjang lebar mengenai kegiatan kami, kemudian kami melanjutkan istirahat kembali sampai pagi menjelang. Pukul 08.00 WIB bis dari terminal Oso Wilangun membawa kami kembali ke kota Malang. Tepat pukul 11.30 WIB kami sampai di sekretariat tercinta dan disambut teman-teman dengan pandangan kangen (ke ge-er-an aja kita ngerasa dikangenin). Bapak Ketua Umum memberi ucapan selamat datang penuh semangat dengan sapaan khas IMPALA UNIBRAW “ BRAVO !!” membuat segala penat tiba-tiba hilang berganti dengan semangat. “ IMPALA “, balas kami dan teman-teman yang lain tidak kalah semangat. Semangat yang harus tetap dipertahankan, karena kami belum bisa melakukan observasi Rusa Bawean. Kotorannya saja yang semula dalam bayangan kami enggan untuk menyentuh, membau, memindah, tidak kami temukan, apalagi jejaknya ! Tapi paling tidak kami bisa belajar banyak dari kegiatan tersebut.
Hari Jum’at 15 Februari 2002, pukul 04.30 WIB tepat ketika adzan subuh berkumandang dari kejauhan, kami menginjakkan kaki di Pulau Bawean, pulau kecil yang terletak 50 mil dari Pulau Jawa. Di pulau ini kami bermaksud melakukan kegiatan observasi fauna Bawean, sesuai dengan titel kegiatan kami Observasi Fauna Bawean (OFB) 2002 ini yang merupakan salah satu rangkaian dari pendidikan Anggota Muda IMPALA UNIBRAW ini diikuti oleh 6 orang, Haris, Yuli, Lukman, Wildan, Tri, dan Muzaki. Pulau Bawean, tempat kami akan menghabiskan waktu selama enam hari ke depan tersebut dihuni oleh satwa endemik rusa, binatang bertanduk yang dalam bahasa latinnya disebut Axis Kuhlii.
Badan rasanya remuk dan tulang-tulang terasa mau patah setelah perjalanan kurang lebih 10 jam menggunakan kapal laut ditemani hantaman ombak Laut Jawa yang lumayan bisa membuat kami semua mabuk laut. Pagi itu kami belum bisa melihat pemandangan sekitar Pulau Bawean karena cuaca dan kondisi tim yang tidak memungkinkan. Dari dermaga, dua orang sekonyong-konyong datang dan menjabat erat tangan kami bergantian. Ternyata mereka adalah rekan Hayatudin yang akrab dipanggil Udin, salah seorang Anggota Muda Eks Diklatsar 23 IMPALA UNIBRAW, ditemani mas Awik pamannya, yang bermaksud menjemput kedatangan kami. Selanjutnya mereka membawa kami ke desa Gunung Teguh, tempat tinggal Udin, untuk beristirahat dan melengkapi semua keperluan perijinan.
Kami kaum pengembara yang senantiasa mencari jalan yang sepi tak pernah menyongsong pagi di tempat yang sama. Seperti kemarin masih kami huni dan tak pernah menyambut fajar di tempat yang sama seperti kemarin kami alami bahkan selama bumi tidur, berkelana jualah kami. Kami benih tanaman dari jenis yang kuat bertahan dalam keranuman dan istirahatilah (?) letak alasan mengapa senantiasa kami terbawa mengembara di atas buana dan tersebar kemana-mana (Khalil Gibran ).
Keesokan harinya setelah sehari penuh melakukan recovery, kami bermaksud untuk memulai kegiatan kami. Pada hari Sabtu tepat pukul 08.00 WIB, kami berangkat menuju Budakit Barat dengan diantarkan oleh petugas Perhutani Budakit Barat bapak Nursyamsi, yang selanjutnya bersama mas Awik, menjadi guide kami selama berkegiatan. Kami melakukan perjalanan kurang lebih 2 jam menuju menara pengintai I, lokasi pertama yang kami tuju setelah sebelumnya melihat peta penyebaran Rusa Bawean. Menara ini biasa digunakan oleh petugas untuk melakukan observasi Rusa Bawean. Daerah sekitar menara merupakan padang rumput yang sebagian sudah ditumbuhi ilalang yang tinggi, merupakan lokasi tempat rusa mencari minum.
Sebelum melakukan pencarian jejak rusa, kami melakukan orientasi medan terlebih dulu. Namun baru beberapa saat, “ Waduh, sepertinya cuaca mulai tak bersahabat ini. Mas, lihat mendungnya sudah seperti mau jatuh aja!“, teriak Lukman tiba-tiba. Kontan saja semua anggota tim termasuk dua orang petugas Perhutani Budakit Barat mendongak ke atas. Benar saja, tidak berapa lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Dengan kondisi tanah yang becek dan berlumpur, kami terpaksa menghentikan pergerakan. Hari itu terpaksa kami harus mengubah skenario yang telah disusun sebelumnya. Rencananya kami akan menginap di menara pengintai II, namun karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan terpaksa kami menginap di menara pengintai I.
Menara ini mempunyai dua lantai yang terbuat dari kayu jati tua. Bangunannya cukup kokoh dan mampu menampung 20 orang. Malam itu kami memutuskan untuk tidur di menara dan tidak perlu menggelar tenda. Setidaknya suhu di menara cukup hangat dan kami bisa beristirahat dengan nyaman daripada berkemah di luar, di tengah cuaca buruk begini. Udara yang cukup dingin banyak membakar kalori dan lemak sehingga membuat perut kami semua keroncongan. “Luwe rek, kapan iki mangane“, Wildan mulai bersuara setelah sekian lama terdiam merasakan hawa dingin yang mulai menusuk tulang. Sepiring nasi dan segelas kopi susu hangat menemani makan malam kami. Setelah itu kami melakukan evaluasi dan briefing untuk kegiatan esok hari. Kurang lebih pukul 21.00 kami beristirahat untuk menyiapkan kondisi fisik agar esok hari tidak lemas lagi.
Tanggal 17 Februari 2002, dini hari itu suara berat Wildan membangunkan kami dari tidur nyenyak semalam. Tak terasa hari ini sudah memasuki hari ketiga di lapangan. Seperti biasa, pagi itu kami disibukkan dengan aktivitas masak, makan dan kemudian SPI. Pada pukul 09.00, setelah sebelumnya menunggu kurang lebih 1 jam akhirnya petugas yang berjanji akan menyusul dan mengantarkan kami ke menara II akhirnya datang juga. Medan yang kami lalui adalah jalan setapak yang kanan kirinya banyak ditumbuhi ilalang, kemudian naik turun perbukitan dan menyebrangi sungai kecil. Rasanya seperti bertualang di negeri hobbit, negeri orang kerdil dalam film The Lord of the Ring .
Sesekali kami berhenti untuk mengidentifikasi pohon, semak dan buah yang menjadi makanan rusa Bawean. Mata kami tidak pernah berhenti waspada terhadap suasana sekitar, berjaga-jaga siapa tahu ada rusa yang lewat, apalagi sebelumnya kami menemukan bekas gesekan tanduk rusa Bawean di sebatang pohon. Menurut cerita pak Nursyamsi, beberapa waktu sebelum kami datang ada seorang peneliti dari Jerman yang tertarik untuk mengamati kehidupan rusa Bawean. Selama 3 bulan lebih dia melakukan pengamatan terhadap perilaku rusa Bawean, ternyata hanya menemukan kotorannya saja. Bayangkan saja, orang Jerman yang melakukan penelitian selama 3 bulan lebih hanya menemukan kotorannya saja, sungguh satu keajaiban kalau kami dapat menemukan rusa sedang minum dan makan di sekitar daerah pengintaian.
Rusa mempunyai kecenderungan untuk hidup bergerombol. Puncak-puncak bukit adalah tempat mereka biasa berkumpul. Mereka melakukan perjalanan jauh kalau memang sudah tidak menemukan makanan dan air lagi. Mungkin kebetulan waktu itu sedang musim hujan sehingga rusa enggan untuk turun karena mereka sudah menemukan makanan dan air di puncak. Menurut data dari peta yang kami peroleh dari Perhutani setempat ada 3 area yang sering dikinjungi fauna ini yaitu daerah sekitar menara pengintai I, daerah sekitar menara pengintai II dan Telaga Kestoba.
Kondisi menara pengintai II tidak jauh berbeda dengan menara pengintai I, mulai dari bentuk menaranya sampai dengan area sekitar menara II. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh tim. Tim hanya bisa melakukan pengamatan jarak jauh dan pengamatan jarak dekat dengan bantuan 2 buah HT dan 2 buah binokuler. Selanjutnya tim melakukan pergerakan menyusuri area sekitar menara pengintai. Tim dibagi 2 untuk efektivitas penyapuan. Tapi hasilnyapun nihil, kami tidak menemukan satupun tanda-tanda bahwa daerah itu baru saja dikunjungi oleh kawanan rusa. Tidak berapa lama kemudian salah seorang dari kami menemukan jejak. Setelah diidentifikasi ternyata yang kami temukan adalah jejak babi hutan. Yah, tak apalah. Minimal kita masih menemukan fauna yang lain yang hidup dan ikut berkoloni dengan rusa. Jejak ini meskipun bukan jejak rusa, kami coba membuat plastercastnya.. Di lokasi ini kami juga mencoba mengaplikasikan materi Analisa Vegetasi dengan sistem petak tunggal. Dari hasil analisa vegetasi yang kami lakukan, kami berhasil mengidentifikasi 8 jenis tumbuhan yang merupakan makanan rusa. Kedelapan jenis tumbuhan itu adalah Tali Hatta, Tali Cacing, Kabaan Merah dan putih, Buah Kayu Buluh, Lading-ladingan, Labedung, Padi-padian, dan Rambuk. Dari data yang ada, di Pulau Bawean ini ada 84 jenis tumbuhan yang menjadi makanan rusa.
Pukul 13.00 WIB setelah mengganjal perut dengan roti dan biskuit, sesuai dengan skenario, kami harus segera melanjutkan perjalanan agar nanti tepat pukul 14.00 WIB sudah sampai di desa terdekat untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Danau Kastoba. “Seger-seger, akhirnya sampai juga kita di peradapan“, ujar Lukman berseloroh, setelah selama 3 hari kita hanya menjumpai wajah-wajah lusuh tim yang tidak pernah mandi dan kusut karena belum juga menjumpai seekorpun rusa. Haris yang sedari tadi kelelahanpun akhirnya bisa tersenyum. “Ini namanya belimbing khas Bawean!”, seorang penduduk menerangkan sambil memberikan beberapa kantong buah belimbing yang dipetik dari halamannya sendiri. Di kampung Sumber Nanas, tim beristirahat di rumahnya bapak Nursyamsi, sambil menunggu angkutan yang akan membawa tim ke danau Kastoba.
Akhirnya setelah menunggu beberapa saat, mobil pick up membawa kami menuju ke danau Kastoba. Dua jam perjalanan menuju lokasi kami gunakan dengan sebaik-baiknya untuk istirahat sebelum melakukan perjalanan kembali. Di sepanjang perjalanan, di kanan kiri kami hamparan sawah yang baru ditanami padi terbentang luas dengan sungai-sungai kecil yang mengalir jernih. Jalan setapak yang yang dilewati pick up ini terbuat dari semen dan sepertinya sudah dibuat sejak lama.
Tak terasa akhirnya kami sudah tiba di Danau Kastoba. Selama kurang lebih setengah jam dari pemberhentian kendaraan terakhir, kami harus berjalan dengan kondisi jalan yang lumayan menanjak. Betul-betul melelahkan, ditambah lagi beban di pundak yang semakin memperberat langkah kami. Namun semua gerutu dan umpatan mendadak hilang diganti dengan decak kagum saat kami telah sampai di hamparan air yang tak terkira indahnya. Sungguh keajaiban Tuhan ! Ternyata Danau Kastoba adalah sebuah danau mengalir yang dipakai sebagai salah satu sumber air penduduk Bawean. Udara sejuk menerpa wajah kami yang basah kuyup karena keringat yang mengucur deras ketika dalam perjalanan. “Allahu Akbar, Allahu Akbar .......”, terdengar suara mas Awik mengumandangkan adzan. Bukan berarti seruan untuk sholat, tapi itu merupakan adat yang dianut oleh penduduk sekitar jika hendak menginap di daerah sekitar danau. Menurut mitos yang berlaku, kumandang adzan ini semacam ungkapan permisi agar tidak ada yang celaka atau meninggal karena diganggu oleh roh-roh halus. Akan tetapi kami percaya selama kita tidak berbuat macam-macam pasti tidak akan terjadi apa-apa.
Danau Kastoba merupakan salah satu daerah wisata yang menjadi kebanggaan penduduk di Pulau Bawean. Di sekitar danau terdapat 2 buah pendopo yang lumayan untuk digunakan bersantai menikmati indahnya danau dan sejuknya udara di sana. Di antara 2 pendopo ini ada aliran air yang menjadi jalur distribusi dari danau menuju sungai- sungai yang mengalir di Pulau bawean. Kami selanjutnya memutuskan untuk mendirikan tenda di pendopo kedua karena kondisinya lebih baik dari pendopo pertama. Kondisi pendopo sangat mengenaskan, dari cerita yang kami dengar hal itu dikarenakan adanya konflik penduduk sekitar yang pro dan kontra terhadap peresmian Danau Kastoba sebagai kawasan wisata, sehingga protes mereka dilancarkan pada sarana yang ada.
Matahari mulai menyembunyikan mukanya untuk berganti menyinari tempat lain di bumi ini. Tenda sudah berdiri, tinggal makanan yang belum siap. Sebagian tim menyelesaikan masakan dan sebagian lagi menikmati dinginnya air Danau Kastoba. Setelah selama 3 hari berturut-turut tidak mandi akhirnya kami dapat membersihkan badan dengan bersih dan segar. Elang Jawa , burung pipit dan aneka burung lainnya mulai berkeliaran kembali ke sarangnya bersiap untuk istirahat. Sungguh pemandangan yang sangat indah, ditambah lagi melihat merahnya sang surya di langit yang cerah diiringi suara derasnya aliran danau dan bisingnya teriakan Elang Jawa.
Semalaman kami tertidur lelap walaupun dalam hati khawatir karena angin yang kurang bersahabat, mencoba memporak-porandakan tenda kami. Hari berangsur-angsur mulai terang, memaksa kami mengakhiri mimpi indah bertemu rusa. “ Bangun, rek! SPI! Wis jam 6 lho !”, Wildan berteriak-teriak melakukan tugasnya membangunkan tim. Dengan mata yang masih mengantuk kami bergegas bangun dan menyambut hari itu dengan semangat baru. Lari di tempat !”, Tri mulai memimpin SPI pagi itu.
Setelah mengisi perut, kami bersiap-siap melakukan pergerakan kembali. Hari ini kami memutuskan untuk tidak hanya memfokuskan pada pengamatan rusa. Melihat kondisi medan yang masih perawan dan alat-alat penunjang yang tidak memadai untuk menerobos lokasi-lokasi yang diduga sebagai tempat rusa berkumpul, kami memutuskan untuk observasi fauna-fauna lain, khususnya burung yang banyak terdapat di daerah ini. Tim dibagi menjadi 2, ada yang bergerak ke arah kiri dan ada yang bergerak ke arah kanan. Sesuai dengan rencana baru, kami melakukan pengamatan burung dengan mengamati morfologinya, suaranya, dan kalau memungkinkann makanannya. Tidak terasa kontrak waktu telah habis dan apapun hasilnya tim harus kembali ke base camp, packing dan melakukan persiapan untuk perjalanan pulang menuju rumah Udin.
Dengan berat hati, pada pukul 09.00 WIB kami meninggalkan Danau Kastoba yang indah. Kami melakukan perjalanan berkilo-kilo meter melewai sawah, ladang, menyeberang sungai dan sesekali mampir ke rumah penduduk untuk istirahat. Lumayan banyak yang tidak tega melihat wajah lesu kami dan akhirnya menyuguhi kami dengan makanan kecil dan buah-buahan. Dasar nasib lagi baik, kami juga mendapat tumpangan menuju ke Gunung Teguh.
Tiba di Gunung Teguh, di rumah Udin, hari masih siang dan masih cukup waktu untuk membersihkan diri dan beristirahat sebelum kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Malang. Belum puas menikmati segarnya air kelapa muda yang dipetik dari pohon kelapa milik Udin, pukul 15.00 WIB kami berpamitan menuju pelabuhan karena pukul 16.00 WIB kapal laut yang akan membawa kami bertolak.
Kapal Kumala Suri membawa kita kembali ke Pulau Jawa. Kali ini tim tidak ada yang mabuk laut karena disamping kapalnya yang lumayan bersih, kondisi tim juga sudah kelelahan, sehingga semuanya tertidur lelap. Kurang dari 9 jam kita sudah sampai di pelabuhan kota Gresik. Pukul 02.00 WIB dini hari kita sudah berkeliaran di pelabuhan menunggu jemputan dari Novi Dwi Hapsari (NIM. 98442/IMP) yang kebetulan orang tuanya tinggal di Gresik. Di rumah Novi kami disambut dengan hangat. Setelah bercerita panjang lebar mengenai kegiatan kami, kemudian kami melanjutkan istirahat kembali sampai pagi menjelang. Pukul 08.00 WIB bis dari terminal Oso Wilangun membawa kami kembali ke kota Malang. Tepat pukul 11.30 WIB kami sampai di sekretariat tercinta dan disambut teman-teman dengan pandangan kangen (ke ge-er-an aja kita ngerasa dikangenin). Bapak Ketua Umum memberi ucapan selamat datang penuh semangat dengan sapaan khas IMPALA UNIBRAW “ BRAVO !!” membuat segala penat tiba-tiba hilang berganti dengan semangat. “ IMPALA “, balas kami dan teman-teman yang lain tidak kalah semangat. Semangat yang harus tetap dipertahankan, karena kami belum bisa melakukan observasi Rusa Bawean. Kotorannya saja yang semula dalam bayangan kami enggan untuk menyentuh, membau, memindah, tidak kami temukan, apalagi jejaknya ! Tapi paling tidak kami bisa belajar banyak dari kegiatan tersebut.
No comments:
Post a Comment