Saturday, 7 June 2008

Akikah Korban di Pulau Bawean

Media Bawean 8 Juni 2008

SALIKIN, SULAIMAN, MANAF DAN JUGA KAFIL (KEPDES PAROMAAN) DI KANDANG

Misi saya pada tahun 1993 yang sebenarnya pertama adalah untuk mendatangkan kiriman sedekah kepada penduduk di Bawean. Tetapi kalau dikira dari donator yang bonafide khusus untuk tujuan itu, pada masa itu memang sangat sedikit sekali, biarpun di Singapura hampir ada seramai 250,000 jiwa yang berbangsa Bawean. Jadi sewaktu saya berada di Mekah satu waktu dulu sabelumnya, saya bermohon kepada Allah semoga membuka satu jalan sebagai pintu buat diri saya supaya dapat melakukan amal tersebut dan diberikan manfaat yang banyak bagi orang lain. Amal yang saya maksudkan adalah satu yang murni dan tidak disaingi oleh manusia lain.

Inspirasi yang membuat kan saya mahu melakukan akikah korban sebagai amali

Doa saya tidak terlalu lama dikabulkan oleh Tuhan. Sewaktu ber umrah dengan H. Ali Dhofir dan juga Sdr. Baharuddin SH saya teringat mendapat inspirasi untuk melakukan usaha akikah korban di Bawean dalam jumlah yang besar dengan marketnya bersumber di Singapura. Itu sudah terangan2 sejak tahun 1992. Tapi setelah bertemu dengan sahabat saya H. Ali Dhofir dia mengusulkan tanah kosong dekat Pekalongan, Tambak dijadikan tempat lahan kambing yang bisa di jadikan tempat penyimpanan, perlindungan dan penyembelihan akikah korban yang akan kita laksanakan.

PAK ALI DHOFIR DAN SALIKIN SEDANG MEMBERI MAKAN KIBAS

Sebagai permulaan, akikah korban yang saya lakukan sudah dicoba dulu di Surabaya tempatnya sahabat saya yang bernama Fuad Machsuni, adiknya Azizah Machsuni di Tambak, untuk melakukannya. Pada mulanya ia hanya percobaan saja. Satelah saya iklan proposal akikah dan korban di Koran Singapura, ia mendapat sambutan yang sangat meluas. Saat itu tidak ada kompetisi di Singapura. Karena saat saya melakukannya, saya dengar pihak-pihak yang berlainan pendapat sedang perang soal fatwa dan pendapat hukum agama. Ada yang menyatakan bahawa tidak sah bikin korban dan akikah di luar negeri, dan sebagainya. Tapi setelah saya bikin research, tidak ada satu pendapat yang saya temui dalam hadith maupun sunnah yang menyatakan bahwa perbuatan itu adalah bid’ah atau haram. Suatu saat pernah saya di telepon oleh pihak MUIS di Singapura yang melarang saya berbuat demikian, (mungkin karena menjadi pesaing) tapi saya anggap itu sepele karena kalau hubungan amanah antara orang dengan saya kenapa harus punya orang tengah untuk diminta izin? Hari ini setelah 14 tahun berlalu saya lihat banyak organisasi Islam yang ikut jejak langkah H. Samri seperti yang mereka lihat di Koran Berita Harian Singapura. Agen-agen pelancongan dan umrah haji juga tidak tunggu menjadi pesaing kepada idea yang telah saya temukan dulu di Mekah.

Banyaknya Kambing dan Sapi Sebelum datang hari korban

Pekerjaan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1993 beberapa tahun ditempat saudara Fuad Machsuni di Girilaya Surabaya. Tempatnya beliau mendapat sedekah dan juga kiriman daging akikah korban yang sangat banyak sehingga akhirnya beliau mengatorkan dengan tempat-tempat di panti asuhan dan juga pondok pesantren yang diberikan beliau perhatian. Tidak beberapa lama saya merasakan bisnisnya bertambah baik dan dia agak terlalu sibuk, maka sudah sampai saat saya memindahkan usaha tersebut ke tempat lain. Jadi Bawean dapat apa?
Setelah saya mendapat tahu bahwa market tersebut meluas, saya rajin mengiklankan akikah setiap minggu dengan biaya yang agak besar juga dari dana peribadi. Bantuan dari Bpk H. Ali Dhofir membuat survey tempat-tempat di Madura dan juga koneksi beliau mengenai sumber dan penghantaran kambing ke Bawean melalui jalur laut karena pengangkutan masih tetap menjadi hambatan.
Akhirnya di Pekalongan kami bangunkan kandang kambing yang agak besar bias menampung sekitar 500 ekor kambing, dan ini lakukan dengan dana peribadi saya seluruhnya dan tanahnya dibayar H. Ali Dhofir dengan sewa. Tempat itu akhirnya menjadi tempat berkumpul sahabat-sahabat saya seperti H. Kafil Kamsidi (sekarang Kepala Desa Paromaan), sdr. Sulaiman Abdullah Langaur, dan pembantu peribadi saya Sdr. Manaf paromaan. Malah isterinya Bpk H. Ali Dhofir, Buk Halimah (yang sekarang uzur) sering ikut turun tangan dikandang ikut-ikut memberikan makan pada kambing di kandang. Kami sering berkumpul di “kandang kambing” dan membahas bagaimana menghidupkan air dari bumi dan lingkungan Pekalognan, penanaman rumput dan sebagainya. Kami agak puas juga saat itu kami dapat berbuat ibadah dan juga sedekah sabagai manfaat kapada Bawean. Saya pasti masih ramai orang di lingkungan itu masih ingat aktivitas kami dulu, yang sekarang sudah mati.
Tapi oleh karena sikap beliau yang gigih dan mengingatkan kemaslahatan Bawean, beliau keliling Pulau Jawa dan juga Madura bagi pekerjaan tersebut. Dan akhirnya pemasukan kapal kambing yang pertama dapat dimasukkan ke Bawean sebanyak 100 ekor. Tidak sampai 1 bulan semua kambing-kambing tersebut sudah disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan oleh H. Ali Dhofir. Salepas itu pemasukan kambing lancar melainkan terbentur dengan musim hujan dan juga gelombang, tapi pekerjaan itu dapat kita lakukan dengan baik sehingga beliau di angkat menjadi DPR mewakili Bawean pada tahun 1999. Mengikut catatan saya lebih dari 5000 kambing pernah disembelih di kandang tersebut diantara tahun 1996 hingga tahun 2001.
Mobil Pribadi saya dijadikan pengirim kambing keliling Bawean. Pembelian mobil ini juga hasil dari keuntungan usaha akikah korban tersebut. Tapi sekarang mobil tersebut sudah agak piyut, karena sudah dibuat usaha akikah korban tersebut.
Penerima kambing di Bawean tidak membayar, tinggal menerima. Saat paling sibuk adalah waktu korban karena selain kambing kita harus pindahkan sapi dari kandang yang dibangunkan di Langaur untuk di bagi-bagikan kepada penerima keliling Bawean.
Ada satu saat tahun 1998 kami memasukkan sekitar 20 ekor sapi kiriman dari Madura sebagai persiapan korban. Tempat tersebut masih ada bekasnya sampai sekarang di Langaur, tapi saya sudah tidak lagi menjalankan usaha tersebut oleh karena terbentur dengan beberapa factor seperti pakan dan juga tenaga kerja yang tidak kuat menangani sapi.

Kambing Kibas Yang Dipilh Untuk Akikah Korban

Satu saat dulu, ramai orang kenal H. Ali Dhofir bukan sebagai DPR (anggota Dewan), tapi sebagai penyalur daging kambing gratis. Ada yang menyatakan nama beliau menjadi populer dikalangan masyarakat seluruh Bawean karena ramai yang dapat kiriman daging kambing dari tangannya beliau. “Ada juga yang menyatakan bahawa mereka lebih senang H. Ali Dhofir menjadi “tokoh membagi kambing” dari menjadi DPR karena setelah beliau menjabat DPR mereka lebih tidak dapat apa2. Ejekan seperti ini sangat menyedihkan saya karena gagasan perjuangan beliau bukan sedikit, dan oleh karena beliau juga beramal dan berusaha di Bawean, ini menjadi inspirasi bagi saya mendatangkan kiriman pengajian, khatamal quran, sedekah dan jariah serta korban akikah dari Singapura. Orang Bawean mestilah belajar menerima dan bersukur, dan bukan “e pa lancheng colok na mon becik ka oreng”.

KEMEROSOTAN AKTIVITAS

Setelah beliau berpindah menjadi DPR pada tahun 2000, kandang kambing tersebut dikuasa anak buahnya H. Ali Dhofir yang bernama Salikin. Pada mulanya pekerjaan beliau bagus, seperti anak-anak yang lain yang maukan pekerjaan. Tapi setelah dua tahun begitu dengarnya setelah dipengaruhi oleh isterinya (yang sudah meninggal sekarang) beliau jadi ambisi. Dia minta beli sepeda motor potong dari gaji bulanan. Dia juga bekerja diluar setelah bekerja dikandang buat menambah pendapatan. Akhirnya hasil kerja meleset dan tidak terurus dengan baik. Sering dapat laporan kambing sakit dan kurang makan, dan apabila sakit, kambing di perintah saya untuk disembelih aja. Sering terlihat diwajah dan kening beliau seperti orang yang tidak merasa puas. Harga kambing yang mulanya berharga Rp 90,000 akhirnya membengkak sampai harga Rp.220,000. Tapi yang lebih penting saya rasakan adalah kerajinan menurun dan keperhatinan Salikin meleset. Ambisinya sampai mau bangun rumah, dan cari hutang keliling dan akhirnya pekerjaan tersebut harus ditutup. Hal ini berlaku sekitar tahun 2000 selepas kami adakan Maulud besar-besaran di Tambak yang historis itu.
Perkarangan di Pekalongan sewaktu masih berwujud usaha


Molen Miliknya H. Samri

Dana diberikan untuk pembangunan jalan umum ke telaga kastoba

DIMANA USAHA AKIKAH KORBAN SEKARANG?

PENGUMUMAN KORBAN YANG AKAN DI LAKSANAKAN DI WARAKAS TG PRIOK
Saya masih tetap melakukan usaha ini sebagai satu jalur ibadah yang tersembunyi. Sekarang salama 7 tahun ia sudah bertempat di Warakas, tanjong Periok, dibawah kelolaan H. Hosri Ansori, seorang warga Gerejek di Jakarta. Biarpun kurang tempat dan lahan, kami bikin penyesuaian, kurang biaya administrasi dan mendapat sambutan dari masyarakat setempat karena usaha tersebut. Juga masalah mendapatkan kambing cepat di atasi dengan biaya yang lebih murah karena kambing bias dibeli langsung dari pasar kambing. Pada Tahun 2003, saya buka cabang lain di Bangil atas usaha ibu Maslahah dan suaminya, dan pengiriman akikah tersebut di sembelih langsung di kandang dan dimanfaatkan di tempat-tempat seperti madrasah, panti asuhan dan anak yatim dan juga tempat-tempat pengajian rutinan.
Dari keuntungan memasarkan dan menjual akikah korban di Koran Singapura, kita mendapat banyak keuntungan dari usaha tersebut. Keuntungannya di bangun jalan-jalan kampung di Paromaan bermula dari Gunung Pasir di Tanjung Ori sehingga sampai ke Pakerangan dan akhirnya ke Paromaan. Setelah beberapa lama kita sambung usaha tersebut sampai ke Langaor dan Raas . Selebihnya itu Pemerintah ikut membangun untuk jalan sampai ke Telaga Danau Kastoba. Kami punya 2 molen yang kuasanya dapat membangun langgar dan madrasah dan jalan. Bantuan ini semua diberikan secara percuma (tidak dikenakan biaya karena untuk kemaslahatan masyarakat.)
H. Samri Dengan H. Hosri Di Jakarta

Sayang sekali Bawean ku tidak dapat mendukung kerja yang saya ingin lakukan. Jikalau kita lihat rusa Bawean yang sedang di pelihara oleh sdr. Sudirman, masih harus minta bantuan dan tidak ada manfaatnya kepada masyarakat Bawean secara material, namun kenapa usaha yang pernah saya lakukan dulu tidak diberikan perhatian masyarakat dengan baik dan cermat. Saya ingat waktu saya harus beli rumput dan daun nangka dari orang Bawean karena harus menyiapkan makanan untuk kambing. Sedangkan orang Bawean hanya terima daging akikah yang sudah di sembelih secara cuma-cuma.
Sampai saat ini, saya belum meilhat ada peminat-peminat dari luar negeri yang mau merintis jalan yang pernah saya lakukan. Saya ditanyakan kenapa saya tidak mau melakukan hal tersebut di Bawean lagi. Jawapan saya, pekerjaan tersebut terbentur dengan masaalah pribadi manusia. Manusia tidak jujur, cepat rakus dan serakah melihat kepada harta orang dan sukses, tidak cukup dengan hak yang diberikan sebelum ada, juga terbentur faktor alami dan juga pengangkutan dan komunikasi yang baik. Mahu kirim fax aja ke H. Ali Dhofir bukannya senang, sedangkan saat ini kami sudah ada email dan segala, tidak kami ketemu kesulitan seperti itu di luar Bawean.


APAKAH SAYA TIDAK AKAN MENGHIDUPKAN USAHA TERSEBUT?

Sulitnya adalah pendukung pekerjaan tersebut. Manusia yang sangat saya percayakan adalah H. Ali Dhofir. Suksesnya kerja tersebut selama ini adalah atas keperhatinan dan kejujurannya beliau dalam mengatur dan membudayakan amal dalam proses usaha tersebut. Pembantunya yang dipercayakan menghianati dia atas amanah tersebut hingga saya merasakan dirugikan. Cuma kalau hal tersebut saya paksakan kepada H. Ali Dhofir pada saat umur begini, saya sebenarnya kasihan kepada dia. Juga ia bukan pekerjaan yang untungnya saya maukan. Cukuplah kita berdua mengingatkan masa silam sukses kita itu sebagai satu kenangan yang tidak bisa di lupakan. Saya lebih senang melihat beliau istirahat dan menghabiskan waktunya di Musallah yang sudah saya bangunkan.


KEUNTUNGAN USAHA

Banyak juga orang yang bertanyakan kepada kami, kemana kami simpan keuntungan dari usaha membangunkan usaha akikah korban di Bawean. Sebenarnya orang Bawean tidak melihat sendiri keuntungannya dipakai setiap hari oleh orang yang menggunakan jalan dari Gunung pasir Tadjung, Jalan Pakerangan, Jalan Paromaan dan juga jalan Langaur dan sampai ke Raas, itu semua adalah hasil keuntungan daripada usaha akikah korban yang telah diusahakan. Kalau dihitung keuntungan itu, mungkin melebih dari Rp 300 juta dan hampir lebih dari Rp200 juta di buat membangun jalan cor sepanjang perjalanan dari Gunung Pasir sampai ke Raas menuju Candi.
Tentu sekali mereka yang masih ingat jalan ke Candi dari Tambak memerlukan waktu yang agak lama karena jalannya yang hancur dan batu-batu yang berbahaya dijalanan. Sekarang warga dari Candi bisa saja sampai ke Tambak dalam tempuh 10 menit dengan sepeda motor karena itulah jalan cor sangat dikagumi.
Setelah jalan cor itu dapat kami laksanakan dari hasil keuntungan tersebut, pemerintah langsung memberikan perhatian kepada masyarakat Paromaan. Jalan tersebut ditambah dan di sambung sampai ke Candi sampai di kaki Danau Kastoba. Kami diberitahu oleh Kepala Desa Paromaan Kafil, mungkin karena gengsinya Pemerintah jalan-jalan di Tanah Merah juga dibangun pemerintah supaya kelihatan kepedulian pemerintah kepada masyarakat. Saya merasa beruntung karena usaha tersebut memberikan kesadaran kepada pemerintah secara langsung atau tidak langsung.

Jalan lama di Pakerangan

Jalan cor yang dibuat pada tahun 2000 di Pakerangan


APAKAH SAYA AKAN KEMBALI USAHA TERSEBUT DI BAWEAN
Sebenarnya Bawean banyak hambatan. Pertama yang menutup usaha tersebut pada akhir saat tahun 2000 itu adalah faktor manusianya. Manusia cepat berubah, dari bersyukur menjadi rakus, dan akhirnya yang diamanahkan keluar jalur. Manusia Bawean yang sudah keterbiasaan menerima akhirnya hilang syukurnya, seolah-olah mereka harus mendapat hak dengan cuma-cuma. Tidak ada yang merasakan harus mendukung dan membantu, karena kapan saja mereka mau daging akikah, mereka minta-minta dan kalau tidak diberikan, H. Ali Dhofir menjadi tohmahan.
Juga Ali Dhofir pada mulanya juga di sanjung-sanjung orang sewaktu akikah korban permulaan di Bawean. Namanya harum sebagai pemilik daging akikah yang diberikan kepada semua orang yang berhajat, tempat-tempat pengajian, pondok pesantren, keluarga miskin, dan juga ada orang-orang yang mampu mau mendapatkannya. Banyaknya pekerjaan waktu dan keringat, serta perhatian, manusia cepat lupa H. Ali Dhofir akan kebaikannya dahulu. Dan setelah beliau menjadi DPR terdengar kisah cintanya Ali Dhofir, manusia seperti menghukum dia seolah2 dia tidak pernah berbuat amal sedikit buat orang cepat memaafkan dia.

Kalau hal begitu bisa berlaku pada H. Ali Dhofir, pada pendapat saya, apa kurangnya hal yang sedemikian kalau ia belaku pada H. Samri karena H. Samri lagi tidak punya nama yang mau di sandarkan.

Faktor alami yang menyebabkan usaha seperti ini tidak melemahkan semangat saya untuk berbuat akikah korban di Bawean, tapi sifat manusiawinya sangat mempengaruhi keputusan saya. Akhirnya saya pindahkan usaha tersebut ke Tg Priok Jakarta, dan juga ke Bangil Pasuruan karena ditempat-tempat tersebut, saya rasakan manusianya lebih ikhlas.

Pada tahun 2007 saya mendapat pesanan membuat korban sapi di Bawean. Setelah dipesan melalui wakil, warga Bawean lupa bahwa daging korban itu akan dibagi-bagi secara gratis untuk mereka, tapi kelihatannya mereka tidak siap untuk sama-sama meraih pahala sedekah karena sapi dibeli dengan harga yang agak sederhana. Akhirnya pada tahun tersebut tidak ada korban di Bawean sama sekali. Anehnya, sapi-sapi mereka dikorbankan oleh alam dengan musibah tahun 2008 bulan Februari.

Saya masih tetap cinta pada Bawean. Untuk melakukan akikah korban, Bawean tidak siap dengan dukungan yang bisa menghidupkan usaha, apa lagi syukurnya. Mudah-mudahan hal saperti ini akan berubah dan Allah SWT. kirimkan gantinya H. Samri untuk Bawean sekali lagi. Itulah doa saya…….

No comments:

Post a Comment