KOMPAS
Rabu, 26 September 2007
perjalanan
perjalanan
IWAN SETIYAWAN
Perasaan lega langsung menyeruak tatkala awak kapal penumpang cepat dari Pelabuhan Gresik mengumumkan bahwa kapal telah sampai di Pelabuhan Sangkapura, Pulau Bawean. Betapa tidak, perjalanan selama tiga jam menempuh jarak sekitar 120 kilometer yang baru saja berlalu itu rasanya lama sekali. Tak terbayang apa jadinya kalau yang ditumpangi adalah kapal barang dengan waktu tempuh 7-10 jam di tengah ombak Laut Jawa yang terkadang juga tak bersahabat.
Ketika kaki mulai melangkah keluar lambung kapal yang mampu membawa 345 penumpang itu, rasanya segala keluh kesah dan kepenatan sepanjang perjalanan langsung lenyap. Udara segar dan terpaan angin pantai seolah melenyapkan sengatan mentari yang tepat berada di atas kepala.
Di dermaga, ratusan warga telah menunggu kedatangan satu-satunya kapal penumpang yang melayani jalur Gresik-Bawean itu. Mereka umumnya adalah warga yang menjemput sanak kerabatnya yang pulang dari merantau.
Pulau Bawean terletak di Laut Jawa dan secara administratif masuk wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pulau yang terdiri atas dua kecamatan, Sangkapura dan Tambak, ini sungguh kaya obyek wisata.
Salah satu yang harus dituju adalah Pantai Tanjung Anyar di Dusun Tenggen, Desa Lebak, Kecamatan Sangkapura. Tanjung atau daratan yang menjorok ke laut dengan lebar kira-kira 15 meter dan panjang 500 meter ini memiliki dua sisi yang menghadap ke laut. Sisi timur menghadap Sangkapura dan sisi baratnya yang berupa cekungan teluk menghadap Laut Jawa.
Di ujung pantai terdapat dua bukit setinggi 30 meter dengan daratan yang menjorok ke arah selatan dengan pantai berpasir putih mengelilinginya. Oleh masyarakat setempat, daratan itu disebut Tanjung Alang-alang.
Di Tanjung Anyar terdapat juga kampung nelayan yang dihuni sekitar 300 penduduk. Di sepanjang pantainya terdapat pohon-pohon kelapa dan beberapa pohon besar berbagai jenis. Keindahan Pantai Tanjung Anyar akan lebih terasa pada senja menjelang matahari terbenam. Suguhan kesenian tradisional oleh penduduk dan sajian berbagai jenis ikan laut bakar melengkapi keindahan itu.
Di bawah salah satu pohon besar terdapat makam yang panjangnya sekitar 12 meter sehingga dikenal sebagai makam panjang atau dalam bahasa setempat disebut jherat lanjheng. Tidak jauh dari makam itu juga ada makam lagi dengan panjang sekitar sembilan meter. Kedua makam itu diyakini sebagai makam dari Dora dan Sembada, dua pembantu setia Prabu Aji Saka. Aji Saka sendiri adalah raja di Jawa dari abad ke-6 Masehi yang mengalahkan Prabu Dewatacengkar, penguasa Kerajaan Medang.
Di antara kedua makam pembantunya tersebut, Aji Saka membuat prasasti di atas batu besar dalam huruf Jawa kuno. Tulisan di prasasti itu yang dianggap sebagai asal dari huruf-huruf Jawa kuno atau dikenal sebagai huruf hanacaraka. Sayangnya, batu prasasti tersebut sudah dihancurkan penduduk untuk dijadikan fondasi jembatan di desa.
Selain Tanjung Anyar, terdapat juga Danau Kastoba di Desa Promaan, Kecamatan Tambak. Perjalanan ke Desa Promaan ditempuh dalam satu jam dari Sangkapura melalui jalan lingkar utama Bawean yang sempit dengan aspalnya berlubang-lubang. Sesampai di Desa Promaan, kendaraan harus melintasi jalan desa yang hanya bisa dilewati satu mobil sampai ke Dusun Candi yang menjadi gerbang ke Danau Kastoba. Di dusun itu ada bangunan lumbung padi dari kayu yang biasa disebut durung-durung di depan tiap rumah penduduk.
Perjalanan selanjutnya melalui jalan setapak yang sedikit menanjak sepanjang 1,2 kilometer. Diantar Kepala Desa Promaan Abdul Xafil, rombongan kami tertatih-tatih mendaki tangga buatan warga yang licin di tengah guyuran hujan. Setelah 20 menit menikmati suasana hutan hujan tropis, sampailah kami di tepi Danau Kastoba.
Danau itu berada di Cagar Alam Pulau Bawean di tengah-tengah pulau dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Danau Kastoba luasnya sekitar dua kilometer persegi dengan kedalaman 147 meter. Belum adanya jalan yang mengelilingi danau membuat pemandangan benar-benar masih alami karena belum terusik manusia. Nama Kastoba diambil dari nama pohon kastuba (Euphorbia pulcherrima) yang dulu banyak tumbuh di sana.
Beberapa ekor burung belibis liar yang berenang di tepi danau langsung terbang menjauh saat kami datang. Menurut Abdul Xafil, jika beruntung, kita bisa melihat kawanan rusa bawean (Axil kuhli) minum di tepi danau. Rusa bawean merupakan satwa endemis pulau itu yang tidak dijumpai di tempat lain.
Beberapa peneliti yang pernah singgah di danau itu memperkirakan, Danau Kastoba adalah bekas kawah gunung api purba. Warga setempat menyebutkan, warna air danau bisa berubah menjadi tiga warna, yaitu merah, hijau, dan seperti berminyak. Adanya aroma belerang di sekitar danau juga mengindikasikan bahwa danau itu dulunya adalah kawah gunung berapi.
Pulau Gili
Pulau-pulau kecil di sekitar Bawean juga menarik untuk dikunjungi. Sebab, pulau-pulau itu juga eksotik. Sebut saja Pulau Gili yang selama ini banyak menjadi pilihan para wisatawan. Pulau ini dikelilingi taman laut dengan terumbu karang yang indah.
Pulau ini terletak sekitar 4,5 kilometer dari pesisir timur Pulau Bawean di Desa Sidogedongbatu. Untuk mencapainya, bisa menyewa perahu motor nelayan berkapasitas 30 orang dengan harga Rp 150.000 untuk antar-jemput. Perjalanan 20 menit naik perahu sungguh asyik walau diombang-ambing ombak. Jika cuaca sedang cerah, perjalanan ini sungguh menyenangkan karena pengunjung bisa menikmati indahnya terumbu karang dengan ikan-ikannya yang berwarna-warni.
Pantai pulau ini juga sangat indah dengan dominasi hamparan pasir putih. Di bagian selatan bahkan ada hamparan pulau pasir putih dengan semak rerumputan di atasnya seluas satu hektar. Jika laut surut, hamparan pasir putih itu bisa dicapai dengan berjalan kaki dari Pulau Gili.
Pulau Gili dihuni sekitar 600 penduduk yang sebagian besar nelayan. Jika beruntung, wisatawan yang ke sana bisa menikmati ikan kerapu atau udang lobster bakar hasil tangkapan nelayan dengan harga murah.
Masih banyak obyek yang belum sempat kami kunjungi dalam waktu singkat, hanya dua hari. Termasuk banyaknya arena adu balap sapi. Tak heran kalau dalam hati ini tebersit hasrat untuk kembali.
Tidak murah
Sayang, untuk menikmati obyek wisata di pulau ini tidaklah murah. Tiket kapal penumpang cepat dari Pelabuhan Gresik ke Bawean Rp 100.000 (ekonomi), Rp 110.000 (eksekutif), dan Rp 130.000 (VIP) per orang.
Seminggu, kapal hanya tiga kali berangkat dari Gresik, yakni hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Ada juga kapal barang yang berangkat seminggu sekali, tetapi ongkosnya hampir sama, Rp 100.000 per orang, dengan perjalanan jauh lebih lama.
Transportasi di Bawean cukup mahal. Untuk berkeliling pulau, harus sewa kendaraan dengan harga tak murah. Mobil sejenis Toyota Kijang atau Isuzu Panther harga sewanya minimal Rp 600.000 per hari, termasuk biaya sopir dan bahan bakar.
"Harga minyak di sini mahal," kata Giram, sopir mobil sewaan, memberi alasan. Menurut dia, harga premium biasanya Rp 6.000 per liter, tetapi kalau lagi musim ombak besar bisa mencapai Rp 20.000.
Untuk menyeberang ke pulau-pulau kecil di sekitar Bawean, pengunjung bisa menyewa perahu nelayan dengan harga Rp 150.000 untuk 30 orang.
Perasaan lega langsung menyeruak tatkala awak kapal penumpang cepat dari Pelabuhan Gresik mengumumkan bahwa kapal telah sampai di Pelabuhan Sangkapura, Pulau Bawean. Betapa tidak, perjalanan selama tiga jam menempuh jarak sekitar 120 kilometer yang baru saja berlalu itu rasanya lama sekali. Tak terbayang apa jadinya kalau yang ditumpangi adalah kapal barang dengan waktu tempuh 7-10 jam di tengah ombak Laut Jawa yang terkadang juga tak bersahabat.
Ketika kaki mulai melangkah keluar lambung kapal yang mampu membawa 345 penumpang itu, rasanya segala keluh kesah dan kepenatan sepanjang perjalanan langsung lenyap. Udara segar dan terpaan angin pantai seolah melenyapkan sengatan mentari yang tepat berada di atas kepala.
Di dermaga, ratusan warga telah menunggu kedatangan satu-satunya kapal penumpang yang melayani jalur Gresik-Bawean itu. Mereka umumnya adalah warga yang menjemput sanak kerabatnya yang pulang dari merantau.
Pulau Bawean terletak di Laut Jawa dan secara administratif masuk wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pulau yang terdiri atas dua kecamatan, Sangkapura dan Tambak, ini sungguh kaya obyek wisata.
Salah satu yang harus dituju adalah Pantai Tanjung Anyar di Dusun Tenggen, Desa Lebak, Kecamatan Sangkapura. Tanjung atau daratan yang menjorok ke laut dengan lebar kira-kira 15 meter dan panjang 500 meter ini memiliki dua sisi yang menghadap ke laut. Sisi timur menghadap Sangkapura dan sisi baratnya yang berupa cekungan teluk menghadap Laut Jawa.
Di ujung pantai terdapat dua bukit setinggi 30 meter dengan daratan yang menjorok ke arah selatan dengan pantai berpasir putih mengelilinginya. Oleh masyarakat setempat, daratan itu disebut Tanjung Alang-alang.
Di Tanjung Anyar terdapat juga kampung nelayan yang dihuni sekitar 300 penduduk. Di sepanjang pantainya terdapat pohon-pohon kelapa dan beberapa pohon besar berbagai jenis. Keindahan Pantai Tanjung Anyar akan lebih terasa pada senja menjelang matahari terbenam. Suguhan kesenian tradisional oleh penduduk dan sajian berbagai jenis ikan laut bakar melengkapi keindahan itu.
Di bawah salah satu pohon besar terdapat makam yang panjangnya sekitar 12 meter sehingga dikenal sebagai makam panjang atau dalam bahasa setempat disebut jherat lanjheng. Tidak jauh dari makam itu juga ada makam lagi dengan panjang sekitar sembilan meter. Kedua makam itu diyakini sebagai makam dari Dora dan Sembada, dua pembantu setia Prabu Aji Saka. Aji Saka sendiri adalah raja di Jawa dari abad ke-6 Masehi yang mengalahkan Prabu Dewatacengkar, penguasa Kerajaan Medang.
Di antara kedua makam pembantunya tersebut, Aji Saka membuat prasasti di atas batu besar dalam huruf Jawa kuno. Tulisan di prasasti itu yang dianggap sebagai asal dari huruf-huruf Jawa kuno atau dikenal sebagai huruf hanacaraka. Sayangnya, batu prasasti tersebut sudah dihancurkan penduduk untuk dijadikan fondasi jembatan di desa.
Selain Tanjung Anyar, terdapat juga Danau Kastoba di Desa Promaan, Kecamatan Tambak. Perjalanan ke Desa Promaan ditempuh dalam satu jam dari Sangkapura melalui jalan lingkar utama Bawean yang sempit dengan aspalnya berlubang-lubang. Sesampai di Desa Promaan, kendaraan harus melintasi jalan desa yang hanya bisa dilewati satu mobil sampai ke Dusun Candi yang menjadi gerbang ke Danau Kastoba. Di dusun itu ada bangunan lumbung padi dari kayu yang biasa disebut durung-durung di depan tiap rumah penduduk.
Perjalanan selanjutnya melalui jalan setapak yang sedikit menanjak sepanjang 1,2 kilometer. Diantar Kepala Desa Promaan Abdul Xafil, rombongan kami tertatih-tatih mendaki tangga buatan warga yang licin di tengah guyuran hujan. Setelah 20 menit menikmati suasana hutan hujan tropis, sampailah kami di tepi Danau Kastoba.
Danau itu berada di Cagar Alam Pulau Bawean di tengah-tengah pulau dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Danau Kastoba luasnya sekitar dua kilometer persegi dengan kedalaman 147 meter. Belum adanya jalan yang mengelilingi danau membuat pemandangan benar-benar masih alami karena belum terusik manusia. Nama Kastoba diambil dari nama pohon kastuba (Euphorbia pulcherrima) yang dulu banyak tumbuh di sana.
Beberapa ekor burung belibis liar yang berenang di tepi danau langsung terbang menjauh saat kami datang. Menurut Abdul Xafil, jika beruntung, kita bisa melihat kawanan rusa bawean (Axil kuhli) minum di tepi danau. Rusa bawean merupakan satwa endemis pulau itu yang tidak dijumpai di tempat lain.
Beberapa peneliti yang pernah singgah di danau itu memperkirakan, Danau Kastoba adalah bekas kawah gunung api purba. Warga setempat menyebutkan, warna air danau bisa berubah menjadi tiga warna, yaitu merah, hijau, dan seperti berminyak. Adanya aroma belerang di sekitar danau juga mengindikasikan bahwa danau itu dulunya adalah kawah gunung berapi.
Pulau Gili
Pulau-pulau kecil di sekitar Bawean juga menarik untuk dikunjungi. Sebab, pulau-pulau itu juga eksotik. Sebut saja Pulau Gili yang selama ini banyak menjadi pilihan para wisatawan. Pulau ini dikelilingi taman laut dengan terumbu karang yang indah.
Pulau ini terletak sekitar 4,5 kilometer dari pesisir timur Pulau Bawean di Desa Sidogedongbatu. Untuk mencapainya, bisa menyewa perahu motor nelayan berkapasitas 30 orang dengan harga Rp 150.000 untuk antar-jemput. Perjalanan 20 menit naik perahu sungguh asyik walau diombang-ambing ombak. Jika cuaca sedang cerah, perjalanan ini sungguh menyenangkan karena pengunjung bisa menikmati indahnya terumbu karang dengan ikan-ikannya yang berwarna-warni.
Pantai pulau ini juga sangat indah dengan dominasi hamparan pasir putih. Di bagian selatan bahkan ada hamparan pulau pasir putih dengan semak rerumputan di atasnya seluas satu hektar. Jika laut surut, hamparan pasir putih itu bisa dicapai dengan berjalan kaki dari Pulau Gili.
Pulau Gili dihuni sekitar 600 penduduk yang sebagian besar nelayan. Jika beruntung, wisatawan yang ke sana bisa menikmati ikan kerapu atau udang lobster bakar hasil tangkapan nelayan dengan harga murah.
Masih banyak obyek yang belum sempat kami kunjungi dalam waktu singkat, hanya dua hari. Termasuk banyaknya arena adu balap sapi. Tak heran kalau dalam hati ini tebersit hasrat untuk kembali.
Tidak murah
Sayang, untuk menikmati obyek wisata di pulau ini tidaklah murah. Tiket kapal penumpang cepat dari Pelabuhan Gresik ke Bawean Rp 100.000 (ekonomi), Rp 110.000 (eksekutif), dan Rp 130.000 (VIP) per orang.
Seminggu, kapal hanya tiga kali berangkat dari Gresik, yakni hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Ada juga kapal barang yang berangkat seminggu sekali, tetapi ongkosnya hampir sama, Rp 100.000 per orang, dengan perjalanan jauh lebih lama.
Transportasi di Bawean cukup mahal. Untuk berkeliling pulau, harus sewa kendaraan dengan harga tak murah. Mobil sejenis Toyota Kijang atau Isuzu Panther harga sewanya minimal Rp 600.000 per hari, termasuk biaya sopir dan bahan bakar.
"Harga minyak di sini mahal," kata Giram, sopir mobil sewaan, memberi alasan. Menurut dia, harga premium biasanya Rp 6.000 per liter, tetapi kalau lagi musim ombak besar bisa mencapai Rp 20.000.
Untuk menyeberang ke pulau-pulau kecil di sekitar Bawean, pengunjung bisa menyewa perahu nelayan dengan harga Rp 150.000 untuk 30 orang.
No comments:
Post a Comment